Senin, 10 Maret 2014

PERNIKAHAN: ANTARA TUNTUNAN SYARIAT DAN KETAKUTAN (PHOBIA) MASYARAKAT


Penulis : Muhammad Irham Ibnu Syarif Al Jawy
Semoga Alloh Ta’ala Mengampuni Dosanya
Ma’had Darul Hadits Dammaj – Yaman



بسم الله الرحمن الرحيم


MUQODDIMAH

إن الحمد لله ، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله .

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ^ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أما بعد،

Sesungguhnya diantara tanda berakhirnya zaman adalah diangkatnya ilmu dan banyaknya kejahilan, banyak orang minum khamr dan banyak terjadi perzinaan, jumlah laki-laki semakin sedikit, sedangkan perempuan sangat banyak, sampai ditemukan seorang laki-laki bertanggung jawab terhadap lima puluh orang perempuan.

Demikian bunyi makna dari pada hadits Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tersebut diatas, yang jika kita memperhatikannya maka fitnah–fitnah tersebut kembali kepada dua sumber dari segala macam fitnah yang membinasakan manusia; yaitu fitnah syubuhat (kerancuan dalam berfikir) dan fitnah syahawat (mengumbar hawa nafsu).

Fitnah syubhuhat meraja-lela karena jauhnya orang daripada ilmu agama dan senangnya mereka terhadap kebodohan, sementara fitnah syahawat tersebar karena tidak adanya kesabaran mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  .

Setelah kita mengetahui sebab dari dua penyakit ini maka kita bisa mengambil obatnya, agar kita selamat dari pada kemalangan.

Obat dari pada fitnah syubuhat adalah memperkuat keimanan dengan mendalami ajaran agama sedangkan obat dari pada fitnah syahawat adalah dengan bersabar menjalankan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan meninggalkan segala jenis kemaksiatan kepada-Nya, sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala  :

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون

“Kami jadikan mereka imam–imam yang diikuti kaumnya dengan petunjuk Kami ketika mereka bersabar dan yakin dengan ayat-ayat Kami “. (QS As-Sajadah 24)

Diantara perkara yang dapat membantu seseorang berkonsentrasi dalam belajar ilmu agama dan memperkuat keimanannya serta bersabar meninggalkan kemaksiatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  adalah pernikahan, karena dengan menikah seseorang akan mendapatkan ketenangan jiwa, jika jiwa seseorang sudah tenang maka akan tenang pula anggota badannya dalam melakukan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  karena hati merupakan motor bagi semua gerakan anggota badannya sebagaimana dalam hadits Nu’man Bin Basyir Rodhiyallohu ‘Anhu.

Perkara sebaliknya, jika seseorang berpaling dari tuntunan syar’i  ini yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  jadikan sebagai fitroh pada setiap manusia yang dewasa, maka kecil kemungkinan ia akan selamat dari  pada was-was syaithon untuk terjatuh dari pada cabang-cabang perzinaan yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  takdirkan atas semua bani Adam, yang tidak ada satupun dari manusia yang bisa selamat darinya kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:


كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ .

“Telah ditakdirkan kepada Bani Adam bagiannya dari pada zina, mereka akan menemuinya dan tidak akan bisa menghindarinya, Dua mata zinanya adalah dengan melihat apa yang di haramkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan dua telinga zinanya adalah dengan mendengar, dan mulut /lisan zinanya melalui pembicaraan, sedangkan tangan zinannya adalah dengan memegang, kaki zinanya adalah dengan berjalan sedangkan zinanya hati adalah dengan berfikir dan berangan-angan, dan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya”.) HSR.Bukhory: no.5889, Muslim : no.2657).

Namun sangat disayangkan kenyataan yang kita dapati pada masyarakat kita, kebanyakan mereka memandang dua perkara penting diatas (yaitu ; tolabul ilmi syar’i  dan pernikahan) dengan pandangan negatif, sehingga jangan heran jika mereka banyak terjatuh kepada penyimpangan-penyimpangan dari pada syariat penciptanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala .

Kebanyakan mereka menganggap menuntut ilmu syar’i sebagai jalan menuju masa depan yang suram, tidak menjanjikan kemuliyaan, atau kekayaan dunia atau minimalnya kehidupan yang  mapan. Mereka lupa atau pura – pura lupa bahwa generasi awal ummat Islam ini menaklukkan Romawi dan Persia menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia bukan dengan diploma dari Universitas Britonia atau Amerika, akan tetapi dengan sebab keimanan dan ketakwaan serta keadalam ilmu mereka terhadap syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :


وَعَدَ اللَه الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُم وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

“Alloh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman diantara kalian dan beramal sholeh untuk menjadi kholifah-kholifah (penguasa) dimuka bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Alloh akan menguatkan untuk mereka agamanya yang telah diridhoi-Nya dan Dia akan mengganti ketakutan mereka menjadi aman dan sentosa “. (QS An-Nur 65)

Demikian juga sikap mereka terhadap syariat pernikahan islami yang penuh keindahan dan kebahagian, kebanyakan mereka karena jauhnya dari tuntunan agama Islam yang sempurna ini, memandang bahwa pernikahan adalah suatu ikatan yang mengekang kebebasan bagi kehidupan mereka atau menjatuhkan mereka ke dalam jurang kemiskinan atau melanggar emansipasi wanita dan lain sebagainya[1]. Sehingga  jangan heran jika kita dapatkan diantara mereka lebih suka mengambil jalan pintas melampiaskan syahwatnya dengan cara tidak terhormat supaya lepas dari pada tanggung jawab (menurut anggapan mereka).

Kondisi semakin runyam ketika Bapak aparatur pemerintah –semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala  memberikan hidayah kepada mereka– melarang laki-laki atau perempuan untuk melakukan pernikahan yang resmi kecuali jika sudah mencapai umur tertentu (minimal tujuh belas tahun atau batasan-batasan yang lainnya), sementara di sisi lain mereka membuka fasilitas-fasilitas yang memudahkan hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang diharomkan, seperti sekolahan, perkantoran atau tempat lainnya daripada lapangan pekerjaan, bahkan tidak sungkan-sungkan memberikan perijinan untuk diskotik atau tempat pelacuran. Wallohul Musta’an.

Tentunya perkara–perkara yang seperti ini semakin menjadikan masyarakat jauh dari pada ajaran Islam yang suci yang menganjurkan ummatnya untuk segera menikah dini dalam rangka menjaga kehormatan diri dan menyelamatkan diri dan keluarga dari pada dahsyatnya fitnah di akhir masa.  Mudah-mudahan tulisan kami ini bermanfaat bagi kaum muslimin untuk mendapatkan secercah cahaya penerang kembali kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan syariat-Nya menuju kehidupan yang berbahagia di kehidupan dunia dan akhirat. Amin.


HIKMAH DARI PADA PENCIPTAAN MANUSIA ADALAH
UNTUK BERIBADAH KEPADA ALLOH SUBHANAHU WA TA’ALA


Alloh berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah AKu ciptakan Jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah hanya kepada-Ku”. (QS Adz-Dzariyat 56)

Dari ayat yang mulia di atas kita bisa mengetahui bahwasanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala  menciptakan jin dan manusia di dunia ini adalah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya.


MAKNA DARI PADA IBADAH


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh menjelaskan makna Ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyyah (hal:44) :

الْعِبَادَة هِيَ اسْم جَامع لكل مَا يُحِبهُ الله ويرضاه من الْأَقْوَال والأعمال الْبَاطِنَة وَالظَّاهِرَة.

“Ibadah adalah suatu nama yang mencakup semua perkara yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala baik perkara tersebut berupa ucapan dan perbuatan yang tampak atau yang tersembunyi ”.

Adapun kaidah atau cara untuk mengetahui suatu perkara dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  atau tidak maka bisa kita pahami dari kaidah : semua perkara yang diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala maka perkara tersebut adalah dicintainya, karena Alloh tidak memerintahkan suatu perkara kecuali perkara tersebut dicintainya….

Dalil kaidah ini adalah berfirman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya :

قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ

“Katakanlah Wahai Muhammad: Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak memerintahkan perkara yang keji…”. (QS Al-A’rof 28)

Demikian juga Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ

“Katakanlah Wahai Muhammad: Robb-ku memerintahkan perkara yang adil…”. (QS Al-A’rof 29)

Demikian juga firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

“Sesungguhnya Alloh memerintahkan perbuatan yang adil, dan kebaikan, dan memberikan sodaqoh kepada karib kerabat, serta mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar serta aniaya (kedholiman)…”. (QS An-Nahl 90)

Contoh dari perkara ibadah tersebut sangat banyak, rukun islam yang lima adalah ibadah, karena semua perkara tersebut dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala, demikian juga rukun iman yang enam dan segala amal soleh seperti jihad, sodaqoh, silaturahmi, menuntut ilmu agama semuanya juga adalah ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.


MENIKAH ADALAH BAGIAN DARI PADA IBADAH


Diantara sekian banyak ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang lainnya adalah pernikahan karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hambanya untuk melakukan perkara ini sebagaimana dalam firmannya :

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ

“Maka nikahilah wanita yang kalian senangi …” (QS An-Nisa’ 3)

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ

“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang mampu untuk menikah maka hendaknya segeralah menikah….” (HSR. Bukhory : no.4478, Muslim : no . 1400).

Dari sini kita mengetahui dengan pasti bahwa pernikahan adalah suatu ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.


HIKMAH DARI PADA PERNIKAHAN


Alloh Subhanahu wa Ta’ala  menciptakan manusia menjadi dua jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan tabiat satu jenis untuk condong dan mencintai kepada jenis yang lainnya kecuali orang yang sudah rusak fitrohnya.

Dengan tabiat ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan sebab berlangsungnya keturunan Bani Adam untuk mewarisi bumi sampai hari kiamat sehingga tercapai hikmah yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dari penciptaan langit dan bumi beserta isinya ini yakni  agar manusia beribadah kepada Alloh sahaja dan tidak mensekutukannya dengan suatu apapun.


PERNIKAHAN MERUPAKAN SUNNAHNYA PARA ROSUL


Tidaklah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  mengutus Nabi dan Rasul-Nya ke muka bumi ini (dari nabi Adam sampai Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam)[2] kecuali Alloh Subhanahu wa Ta’ala  ciptakan bagi mereka istri dan anak keturunan yang menjadi penenang jiwanya dan penyejuk pandangannya, serta pewaris ilmu dan dakwah tauhid mereka kepada manusia, sebagaimana yang difirmankan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  di dalam Al Qur’an :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً

“Sungguh telah Kami utus Rasul-Rasul sebelum kamu dan Kami ciptakan untuk mereka istri-istri dan keturunan”. (QS Ar-Ra’ad 38)

Dari ayat ini kita mengetahui bahwa pernikahan merupakan sunnah dari para Rasul, tidaklah mengingkari sunnah ini dan mencelanya serta menganggapnya sebagai perkara yang aib kecuali orang–orang jahiliyyah atau orang–orang kafir yang sudah rusak fitrohnya, atau orang nasroni yang meyakini kependetaan (rohbaniyyah) serta sebagian ahlul bid’ah dari kalangan sufiyyah yang ekstrim.

Syaikh Sa’di Rahimahulloh menjelaskan makna dari pada ayat ini di dalam kitab tafsirnya (419): “ Engkau wahai Muhammad bukan rasul yang pertama kali yang diutus oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  kepada manusia sehingga mereka merasa aneh dengan risalah yang engkau bawa, bahkan sungguh telah Kami utus Rasul-Rasul sebelummu  dan Kami ciptakan untuk mereka istri-istri dan keturunan, maka  tidak bisa musuh-musuh kamu itu mencelamu hanya karena engkau mempunyai istri dan anak keturunan sebagaimana saudara-saudara kamu dari para rasul yang sebelummu, bagaimana bisa mereka mencela kamu karena sebab ini sementara mereka mengetahui bahwa Rasul-Rasul sebelum kamu juga mempunyai istri dan keturunan…..”. Hal yang senada juga dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahulloh dalam tafsirnya pada penjelasannya terhadap ayat di atas (lihat tafsir ibnu katsir : 7 :158).

Dari penjelasan para mufassirin (ahli tafsir) diatas tersirat makna sebab dari pada diturunkannya ayat ini, yaitu bahwasanya orang-orang kafir menentang risalah Rosululloh karena Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkeluarga, menikahi wanita, mempunyai anak keturunan, makan dan minum serta berbelanja di pasar untuk memenuhi kebuRobb sehariannya dan lain sebagainya dari sifat-sifat manusia.

Orang-orang kafir tersebut berkata: Seandainya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam betul-betul sebagai utusan Alloh Subhanahu wa Ta’ala  kenapa beliau tidak diutus dari kalangan malaikat? Kenapa juga beliau membutuhkan hal-hal duniawi yang tersebut diatas?

Mari kita simak syubhat-syubhat mereka yang disebutkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dalam kitab-Nya yang mulia :

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا ^أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا

“Orang-orang kafir itu berkata: “Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan dipasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? Atau mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan harta atau kebun buah yang indah sehingga dia dapat makan darinya setiap saat ?” Bahkan orang-orang dholim itu berkata : “Kamu sekalian hanyalah mengikuti laki-laki yang kena sihir”. (QS Al-Furqon 7-8)

Demikian sikap orang-orang kafir yang menentang dakwah para nabi yang mulia ini, oleh karena itu Syaikh kami Al ‘Allamah Yahya Al Hajury –semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjaganya– menegaskan berdalilkan ayat-ayat Al-Quran diatas bahwa pernikahan adalah sunnah para Rasul, kebencian terhadap perkara ini adalah sunnah jahiliyyah.

Dalil lainnya yang menguatkan tentang hal ini adalah apa yang datang dari pada hadits sohih yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhory dan Muslim dalam kitab sohih keduanya dari shohabat Anas Rodhiyallohu ‘Anhu: Bahwasanya datang tiga orang dari sohabat Rasululloh Shollallohu ‘Alaihis Salam kepada rumah dari pada istri-istri beliau, mereka bertanya tentang bagaimana ibadahnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, setelah diberitahu tentang ibadah beliau, maka mereka merasa tidak ada apa-apanya ibadah mereka dibandingkan dengan ibadah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, mereka berkata : Ternyata ibadah kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ibadah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, padahal beliau adalah orang yang sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lampau dan dosa-dosanya yang akan datang.

Maka salah seorang diantara mereka mengatakan: “Aku akan sholat malam terus dan tidak akan tidur”, yang lainnya lagi berkata : “Adapun aku akan puasa terus dan tidak akan berbuka”, yang lainnya lagi berkata: “Aku akan hidup menyendiri dan tidak akan menikah dengan perempuan”.

Ketika mendengar ucapan tiga orang ini, maka keluar Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada mereka: “Kalian yang berkata demikian dan demikian …, Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan paling bertaqwa diantara kalian, akan tetapi aku sholat malam dan tidur, demikian juga aku berpuasa dan berbuka serta aku menikahi para wanita, barang siapa yang benci terhadap sunnahku maka dia bukan golongan kami.

Berkata Imam Ibnu Hajar Rahimahulloh (Fathul Bary :9/105): “Yang dimaksud sunnah disini adalah jalan hidup beliau. Adapun makna dari pada sabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam: Bukan dari pada golongan kami adalah bukan bagian dari pada ummat kami (artinya keluar dari pada agama islam  menjadi orang kafir) jika mereka melakukan hal tersebut karena keyakinan (i’tiqod) ingin memberatkan diri dan berpaling dari pada sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam atau menganggap bahwa hal itu lebih baik daripada sunnahnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam..

Akan tetapi jika mereka melakukannya karena ta’wil maka hal ini tidak mengeluarkan mereka dari pada keislaman.(selesai penukilan dengan sedikit perubahan).


RASULULLOH SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WA SALLAM MELARANG SESEORANG UNTUK HIDUP MEMBUJANG


Diriwayatka oleh Al Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dengan sanad yang sohih, dari Anas Bin Malik  Rodhiyallohu ‘Anhu  :

كَانَ رَسُولُ اَلله صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ  وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا , تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ. إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ  .

“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dahulu senantiasa memerintahkan untuk menikah dan melarang daripada hidup membujang dengan larangan yang sangat, beliau bersabda: “Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan yang subur keturunannya, karena sesungguhnya aku sangat membanggakan banyaknya jumlah kalian dihadapan para Nabi nanti di hari kiamat”.

Imam Bukhory (no.4786) dan Muslim (no.1402) meriwayatkan dari Sa’ad Bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu   :

رَدَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ رضي الله عنه التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لَاخْتَصَيْنَا.

“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menolak keinginan Utsman Bin Madh’un untuk hidup membujang, kalau seandainya diperbolehkan tentu kami akan melakukannya”.

Di dalam riwayat yang sohih yang lainnya: beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menolak enam sohabat yang menginginkan untuk hidup membujang dengan tujuan agar konsentrasi dalam berjihad dan beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Nama para sohabat tersebut disebutkan Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Sohih Bukhory : (9/105).


KEUTAMAAN MENIKAH


Dari penjelasan diatas kita mengetahui bahwa pernikahan merupakan ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala . Sudah merupakan ketetapan di dalam kaidah Fikhiyyah Islamiyyah bahwasanya setiap perkara yang diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’alapasti disana mengandung kemaslahatan bagi pelakunya, dan sebaliknya bahwa setiap perkara yang dilarangnya pasti terkandung bahaya bagi yang melanggarnya.

Adapun keutamaan pernikahan sangat banyak sekali berdasarkan dalil-dalil daripada Al Qur’an dan hadits-hadits Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam , diantara keutamaan tersebut adalah :


1.   Pernikahan mendatangkan ketenangan jiwa


هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا

“Dialah Dzat yang menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan menciptakan dari jiwa tersebut istri sebagai pasangannya agar merasa tenang kepadanya ”. (QS Al-A’raf 189)

Ini adalah hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya yang tidak ada seorangpun yang bisa merubahnya sampai berakhirnya kehidupan dunia. Oleh karena itu kita dapati kebanyakan manusia, walau berapapun kekayaan yang dimilikinya atau tingkat pendidikannya atau strata sosial di hadapan masyarakatnya, tidak akan merasa tenteram kehidupannya atau puas dan tenang  hatinya sampai dia memiliki pasangan hidup dan keturunan yang menyejukkan pandangannya.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ

“Dijadikan indah pandangan manusia dengan kecintaan kepada para wanita dan anak keturunan ….“. (QS Ali ‘Imon 14)

Manusia terbaik, Kholilulloh Subhanahu wa Ta’ala Muhammad Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengakui sendiri bahwa beliau tidak bisa terlepas dari fitroh ini (yaitu mencintai wanita), lihatlah bagaimana sabda beliau dalam haditsnya yang sohih yang diriwayatkan oleh Al Imam An-Nasa’I (no.3940) dari Anas  Rodhiyallohu ‘Anhu :

حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ وَالطِّيب

“Dijadikan dalam hatiku kecintaan kepada para wanita dan minyak wangi …”.


2. Pernikahan mendatangkan rohmat dan kasih sayang diantara suami istri.


وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kamu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang ”. (QS Ar-Rum 21)

Di dalam hadits yang disohihkan Syaikh Al-Albany Rahimahulloh di kitabnya Silsilah Sohihah (2/196), Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لم ير للمتحابين مثل النكاح

“Tidak di ketahui orang yang saling mencintai sebagaimana kecintaan antara pasangan suami istri”.


3.   Pernikahan menjadikan kuatnya tali silaturrahmi


وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا

“Dialah Dzat yang menciptakan manusia dari pada air dan menjadikan dari mereka keturunan dan hubungan kekeluargaan”. (QS Al-Furqon 45)

Kita telah mengetahui kuatnya silaturrahmi mendatangkan luasnya rizki, dan memanjangkan umur sebagaimana dalam hadits sohih dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu. no.5639, Muslim : no.2557) .


4.   Pernikahan menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan diri


Fitnah wanita terhadap laki-laki sangatlah berbahaya, karena syaithon senantiasa menghias-hiasi perempuan dari berbagai arah agar laki-laki tergoda kepadanya. Bersabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam  :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak ada fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah perempuan”. (HSR. Bukhory : no.4808, Muslim : no.2740).

Tentunya kita bisa membayangkan betapa besarnya fitnah perempuan ini kepada manusia, jika kita memperhatikan sabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam yang menjelaskan bahwa ummat yang besar yaitu bani isroil hancur karena fitnah perempuan.

Dari Abi Sa’id Al Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda  :

فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Takutlah kalian terhadap fitnah dunia, dan takutlah kalian terhadap fitnahnya perempuan, karena awal kali fitnah yang menyebabkan kehancuran bani Isroil adalah fitnahnya perempuan”. (HSR. Muslim : no.2742).

Di dalam kitab-kitab tafsir (Tafsir Thobari, Tafsir Qurthuby, Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Hasyr ayat ke 16) disebutkan kisah Barseso (seorang ahli ibadah) yang membuktikan dahsyatnya fitnah wanita terhadap laki-laki.

Disebutkan bahwa Barseso adalah seorang ahli ibadah yang terkenal di kalangan Bani Isroil, pada suatu waktu datang tiga orang bersaudara kepadanya di tempat ibadahnya (kuil) bermaksud menitipkan saudari perempuannya tinggal di kuil sang rahib Barseso ini karena mereka bertiga ingin pergi berjihad. Maka pergilah tiga orang bersaudara tersebut setelah saudarinya diperkenankan sang rahib untuk tinggal di kuilnya.

Awal-awal keberadaan wanita tersebut, sang Rohib tidak begitu memperdulikannya, akan tetapi senantiasa syaithon terus menggodanya sehingga sang rohib mulai melakukan pendekatan–pendekatan sampai akhirnya terjatuh dalam perzinaan. Kemudian karena takut kejahatannya terbongkar, dan takut jatuh martabatnya di hadapan masyarakatnya, maka sang rahib membunuh perempuan tersebut dan memakamkannya ditempat yang aman dari pandangan manusia.

Kemudian syaithon datang kepada tiga saudara wanita tadi di dalam mimpi mereka, memberitahukan semua kejadian yang dilakukan Barseso, maka terbongkarlah peristiwa tersebut, digantunglah Barseso diatas tiang salib, lalu datang iblis kepadanya menjanjikan pertolongannya akan tetapi dengan syarat Barseso mau bersujud kepada Iblis tersebut walaupun cuma satu kali sujud saja. Setelah Barseso bersujud kepada Iblis tersebut ternyata Iblis tidak mau menolongnya juga sehingga akhirnya Barseso mati ditiang gantungan dalam keadaan kafir kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  ….

Mari kita merenungi sejenak kisah yang memilukan ini, seorang ahli ahli ibadah beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  selama kurang lebih tujuh puluh tahun, senantiasa berpuasa sampai terkadang puasa wisol/ tidak berbuka selama sepuluh hari,  orang yang menjadi panutan dan tempat kepercayaan bagi kaumnya, sampai di dalam kitab Faidhul Qodir penulisnya Imam Munawi mengatakan bahwa Barseso ini mempunyai murid enam puluh ribu orang, akan tetapi ahli ibadah  ini harus menelan kemalangan di dunia dan di akhirat, mati di dalam kekufuran hanya karena mengikuti langkah-langkah syaithon yang memfitnahnya melalui seorang perempuan.

Lalu bagaimana kiranya dahsyatnya fitnah perempuan ini kepada orang  lain selain Barseso? Bagaimana fitnah syaiton kepada masyarakat yang jauh dari pada kehidupan agama, tidak diketahui agamanya muslim atau kafir kecuali jika masuk masjid atau gereja? Masyarakat yang menganggap membuka aurat ada suatu perkara yang terhormat, sedangkan menutupnya adalah perkara yang cela, masyarakat yang membiarkan wanita keluar masuk plaza, mall atau tempat kerja berbicara dan bercanda dengan siapa saja tanpa ada perasaan berdosa? Masyarakat yang mendidik semua penyimpangan syariat Islamiyyah sejak kecil dibangku sekolah ataupun tempat kuliah? dan yang lain-lainya dari penyimpangan syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala.


Ya Alloh, sesungguhnya Kami berlindung kepada-Mu dari semua fitnah dan musibah yang akan menimpa kami karena perbuatan orang-orang bodoh diantara kami -.


Oleh karena itu sangat bijaksana sekal -dikarenakan Fitnah yang sangat berbahaya ini-, jika Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menasehatkan para pemuda yang mempunyai kemampuan untuk segera menikah sebagaimana di dalam hadits Ibnu Masud Rodhiyallohu ‘Anhu yang masyhur :

قَالَ لَنَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم  يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْه.

“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada kami : Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang mampu untuk menikah maka hendaknya segeralah menikah, karena sesungguhnya pernikahan tersebut lebih bisa menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan, barang siapa yang tidak mampu (untuk menikah) maka hendaknya dia berpuasa karena puasa tersebut bisa melemahkan syahwatnya”. (HSR. Bukhory : no.4478, Muslim : no . 1400).


5. Orang yang menikah telah menyempurnakan sebagian daripada agamanya.


Dari Anas Bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ;\’Alaihi wa Sallam:

إذا تزوج العبد، فقد استكمل نصف الدين، فليتق الله فيما بقي

“Jika seorang hamba telah menikah, maka sesungguhnya dia telah menyempurnakan sebahagian dari pada agamanya, maka hendaknya dia bertakwa kepada Alloh (untuk menyempurnakan) sisanya (yakni setengahnya yang lain)”.

Di dalam riwayat yang lain :

من رزقه الله امرأة صالحة، فقد أعانه على شطر دينه، فليتق الله في الشطر

“Barang siapa yang Alloh berikan rizki kepadanya wanita yang sholihah, maka sesungguhnya Alloh telah menolong separuh dari pada agamanya, maka hendaknya dia bertakwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk menyempurnakan sisa setengahnya”. (HSR.Thobrany, disohihkan Syaikh Al Albany di Silsilah Ahadits Shohihah :2/202).


6.  Pernikahan merupakan sebab dilapangkannya rizki seseorang.


Setiap amal ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah pintu dari pada pintu-pintu rizki, berdasarkan dalil yang sangat banyak sekali dari Al Qur’an dan sunnah nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam karena kebaikan atau amal ketaatan tidaklah akan mendatangkan kepada pelakunya kecuali kebaikan pula.

هَلْ جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ

“Tidaklah balasan dari pada suatu kebaikan kecuali kebaikan pula “. (QS Ar-Rahman 60)

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu:

لاَ يَأْتِي الخَيْرُ إِلَّا بِالخَيْرِ

“Tidaklah mendatangkan kebaikan kecuali kebaikan pula” . (muttafaqun ‘alaih).

Duhai seandainya pemuda dan pemudi muslimin  mengetahui hal yang seperti ini dan mengimaninya dengan keimanan yang kokoh, tentu akan tenang jiwa mereka, tidak gundah gulana hati mereka ketika syaiton yang terlaknat menampakkan kemiskinan dipelupuk mata mereka, senantiasa menakuti-nakutinya dengan kehidupan yang susah, jika menanggung nafkah anak dan istrinya ketika menikah, sehingga mereka mengambil jalan pintas untuk melampiaskan syahwatnya dengan mengikuti bisikan syaithon, menjatuhkan dirinya kedalam perbuatan hina, berzina kemudian membuang anaknya dijalan-jalan atau kolong jembatan, atau menitipkannya di panti asuhan. Wallohul Musta’an

Sungguh benar Alloh Subhanahu wa Ta’ala ketika berfirman di dalam ayat-Nya yang mulia:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا

“Syaithon menjanjikan/menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian untuk berbuat keji, sedangkan Alloh menjanjikan kepada kalian ampunan-Nya dan segala keutamaan ”. (QS Al-Baqoroh 289)

Perhatikanlah kalimat ﯞ karena sesungguhnya ia adalah kalimat dalam bentuk nakiroh. Di dalam bahasa kaidah bahsa arab, kalimat dalam bentuk nakiroh maknanya adalah umum. Artinya semua keutamaan tercakup dalam kalimat ini, baik keutamaan dunia seperti ilmu, rizki, kesehatan, dan lain sebagainya ataupun keutamaan akhirat yaitu mendapatkan jannah dan seisinya.

Diantara dalil yang menunjukkan janji Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yang menikah untuk dilapangkan rizkinya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِب

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan jadikan untuknya jalan keluar dari pada permasalahannya, dan Alloh akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang dia tidak menyangkanya.” (QS Ath Tholaq 2-3)

Tidak ragu-ragu lagi bahwa pernikahan masuk dalam kategori amal ketaatan. Adapun dalil yang khusus adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an, setelah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  memerintahkan orang-orang yang membujang dari kalangan laki-laki atau perempuan agar segera menikah, maka Alloh menjanjikan kepada mereka jalan rizki yang lapang dalam firman-Nya :

إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Jika mereka miskin maka Alloh akan memberikan kekayaan kepada mereka dengan karunia-Nya”. (QS An-Nur 32)

Tentunya Alloh Subhanahu wa Ta’alatidak akan menyelisihi janji-Nya. Maha Suci Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dari perbuatan dusta.

Oleh karena itu Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits sohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (no.9631) dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘Anhu   :

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى الله عَوْنهم: النَّاكِحُ يُرِيدُ الْعَفَافَ، والمكاتَب يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالْغَازِي فِي سَبِيلِ الله

“Tiga golongan yang pasti Allohakan menolongnya : Orang yang ingin menikah dalam rangka menjaga kehormatannya, budak yang ingin memerdekakan dirinya, dan orang yang brjihad di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’ala”.

Wahai kaum muslimin tentunya engkau akan sependapat dengan kami, jika engkau mempunyai dua anak, salah satunya berbakti kepadamu, menuruti perintahmu dan mendengar ucapanmu, sedangkan yang lainnya mempunyai sifat yang sebaliknya, suka membangkang kepadamu, tidak mau peduli terhadap petuah dan nasehatmu, tentu engkau akan lebih memperhatikan kehidupan anakmu yang berbudi baik tadi dibandingkan anak yang perangainya jelek tadi !

Kalau ini adalah kondisi yang ada pada manusia, apakah engkau mengira bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkan hamba-Nya yang muslim, taat beribadah kepadanya menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, hidup dalam kesengsaraan ataupun kemalangan, sementara orang kafir atau orang –orang yang melakukan semua bentuk kemaksiatan, dari dosa yang paling besar sampai dosa yang paling kecil, diberi kemewahan dunia dan seisinya?

Tentu hal ini adalah suudzhon (persangkaan jelek) kepada keadilan Alloh Ta’ala!

Tentu hal ini adalah perbuatan dholim yang tidak pantas dilakukan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memuliakan orang yang terlaknat dan menyengsarakan orang yang taat. Maha suci Alloh Subhanahu wa Ta’ala dari sifat yang demikian.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

“Robb-mu itu tidak akan berbuat dholim kepada seorangpun”. (QS Al-Kahfi 49)

Wahai saudaraku seiman dan seagama tanamkanlah dalam diri kita aqidah yang sohih seperti ini, dalil-dalil dalam permasalahan ini sangat banyak sekali dari Al Qur’an dan sunnah Nabi kita, kalaulah bukan karena sempitnya ruang dan masa tentu akan kami sebutkan satu persatu bersama ucapan para ulama, akan tetapi kami berharap mudah-mudahan yang sedikit ini cukup bagi kita untuk segera menjawab seruan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan berharap kepada-Nya agar kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang mendapatkan keutamaan-keutamaan-Nya, dan sebaliknya kita akan menjauh dan membuang janji-janji palsu syaithon yang menakut-nakuti manusia akan terjatuh dalam jurang kemiskinan hanya karena engkau menikah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman jawablah panggilan Alloh dan Rasul-Nya jika mereka mengajak kepada perkara yang memberikan kehidupan hati kamu“. (QS Al-Anfal 24)


NIAT YANG BENAR DALAM MENIKAH


Setelah kita mengetahui bahwasanya pernikahan adalah ibadah yang agung, maka hendaknya kita tidak menodai ibadah yang suci ini dengan kotoran kesyirikan, yang menjadikan amalan sholih ini tidak barokah.

Wajib bagi kita untuk meluruskan niat kita agar senantiasa ikhlas kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala., karena barang siapa yang beramal karena sum’ah atau riya’ atau tujuan dunia yang lainnya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menggagalkan urusannya.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala  berfirman di dalam Al Qur’an :

وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا * كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا

“Mereka menjadikan selain Alloh sesembahan–sesembahan agar menjadi pelindungnya. Sekali-kali tidak akan terjadi yang demikian itu, bahkan kelak sesembahan-sesembahan itu akan mengingkari penyembahan tersebut dan akan menjadi musuh bagi para penyembahnmya”. (QS Maryam 81-82)

Di dalam hadits sohih Muslim (2987) dari Jundub bin Abdillah Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

مَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعِ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ

Syaikh Sholih Al-Utsaimin menjelaskan makna hadits ini (syarh Riyadhus Sholihin: 6/351): Barangsiapa yang beramal agar amalannya didengar atau dilihat oleh manusia agar mereka memujinya, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala  akan tampakkan aib-aibnya kepada manusia (sehingga mereka menjadi berbalik membencinya).

Oleh karena itu Syaikh Kami Al ‘Allamah Yahya Al-Hajury senantiasa menasehatkan agar seseorang ketika memilih jodohnya hendaknya mementingkan agama, ilmu dan kesholihan calonnya karena banyak orang yang mencari istri hanya melihat kecantikannya saja, atau kekayaannya saja ternyata Alloh Subhanahu wa Ta’ala balas dengan yang sebaliknya, istrinya menjadi durhaka kepadanya dan rusak urusan rumah tangganya.

Kiranya benar Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau bersabda :

فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Nikahilah wanita karena agama dan kesholihannya, sehingga kalian akan beruntung”.

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam juga mengatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dalam kitab Sohihnya dari sohabat Abdulloh Bin Amr Bin Ash Rodhiyallohu ‘Anhuma:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia ini semuanya hanyalah perhiasan yang sementara, dan sebaik-baik perhiasan dunia ini adalah wanita yang sholihah”.

Niat yang berikutnya dalam pernikahan adalah dalam rangka menjaga kehormatan diri, mendapatkan keturunan yang sholih dan sholihah yang menjadi pengemban dakwah Islamiyyah.

Adalah suatu kepastian bahwa pendamping hidup dan keturunan yang sholih serta sholihah adalah nikmat yang menjadi dambaan setiap insan yang menginginkan kebahagian hidup di dunia dan di akhiratnya, dari kalangan para Nabi dan Rasul dan hamba-hamba Alloh yang sholih yang dirahmati-Nya. Bahkan kita dapati banyak orang jahat sekalipun mereka ingin agar anak dan istri mereka menjadi orang yang sholih dan sholihah tidak jahat sebagimana mereka.

Oleh karena itu banyak kita dapati doa para nabi di dalam Al-Quran, mereka meminta keluarga dan keturunan yang sholih atau sholihah.

Mari kita perhatikan doa Nabi Alloh Zakaria yang diabadikan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al qur’an :

قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا ^ وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا ^ يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

“Nabi Zakaria berdo’a kepada Robb-nya : Wahai Robbku, sesungguhnya telah lemah tulangku, dan telah beruban rambut kepalaku, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap orang yang akan mengurusi urusanku (dari pada perkara dakwah bukan perkara dunia) dari anak keturunan sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka berikanlah kepada kami anak keturunan yang akan mewarisiku (yakni: ilmu dan nubuwwah karena para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham) dan mewarisi keluarga Ya’qub, dan jadikanlah keturunanku tersebut orang yang Engkau Ridhoi”. (QS Maryam 4-6)

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ ^ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ

“Ingatlah tentang Nabi Zakaria ketika dia berdoa kepada Rob-Nya : “Wahai Robbku janganlah engkau biarkan aku hidup sendiri, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang memberikan keturunan. Maka Kami kabulkan doanya tersebut, dan kami karuniakan kepadanya anak yang bernama Yahya dan perbaiki ahlaq dari pada istrinya”. (QS Al-Anbiya’ 89-90)

Demikian juga nabi Ibrohim berdoa agar keturunannya menjadi orang yang sholih yang bertauhid kepada Alloh dan tidak berbuat syirik :

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ

“Jauhkanlah aku dan keturunanku daripada peribadahan terhadap berhala”. (QS Ibrohim 35)

Berdoa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  agar mendapatkan pasangan hidup serta keturunan yang sholih dan sholihah adalah akhlaq dan perangai orang-orang sholih yang dirahmati oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala,

Oleh karena itu Alloh Subhanahu wa Ta’ala  ketika menyebut sifat dari pada perangai hamba-hamba-Nya yang dirohmatinya yang dimasukkan oleh Alloh dalam jannah-Nya , Alloh sebutkan doa yang mereka panjatkan kepada Robb-Nya:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang-orang yang berkata: “Wahai Robb kami augerahkanlah kepada kami pasangan dan anak-anak kami sebagai penyejuk hati dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Furqon ayat 74)

Demikian hendaknya niat seseorang dalam melakukan ibadah yang agung ini, mencontoh para nabi dan Rasul serta orang-orang yang sholih.


SALAFUS SHOLEH DAN SEMANGAT MEREKA DALAM MENIKAH 


Salafusus sholeh adalah orang-orang yang terdepan dalam melakukan segenap kebajikan yang diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan Rasul-Nya,

Tidak ada pintu –pintu kebaikan yang diajarkan oleh Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ini kecuali mereka adalah orang yang paling bersemangat dan paling terdepan dalam melaksanakanya.

Demikian juga dalam pelaksanaan amalan yang mulia ini, kita dapati dalam sejarah kehidupan mereka ternyata mereka adalah orang yang paling bersemangat dalam mengamalkannya.

* Mari kita lihat Sahabat terbaik Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam Abu Bakar Rodhiyallohu ‘Anhu, sesungguhnya beliau menikahkan putrinya Aisyah yang baru berumur tujuh tahun kepada Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam yang umurnya pada waktu itu sekitar lima puluh tahun.(HSR.Muslim : no.1422).

* Demikian juga Umar Rodhiyallohu ‘Anhu  ketika beliau menjadi kholifah (umurnya pada waktu itu sekitar lima puluhan tahun) beliau meminang Ummu Kultsum putri Ali Bin Abi Tholib Rodhiyallohu ‘Anhu  , maka Ali Bin Abi Tholib berkata : “Aku akan antar putriku kepadamu, jika engkau ridho/ terima maka dia menjadi istri kamu“. Maka diantarlah Ummu Kultsum tersebut kepadanya, kemudian Umar berkata: “Ya, saya ridho dengannya “.

Kemudian setelah itu dilakukan walimah pernikahannya dalam keadaan Ummu Kultsum masih bermain-main dengan anak-anak kecil sebayanya. (Lihat Mushonnaf Abdurrazzaq Bin Hammam As-Son’any 6/ 163).

* Hafshoh Rodhiyallohu ‘Anha putri dari pada Umar Rodhiyallohu ‘Anhu telah menjadi janda ketika umurnya delapan belas tahun, ketika selesai masa iddahnya maka Umar Bin Khottob segera menemui Utsman Bin Affan dan berkata: “Jika engkau mau, aku akan menikahkan kamu dengan putriku Hafsoh”. Ternyata Utsman waktu itu belum bersedia untuk berpoligami (menikah lebih dari satu istri) sehingga dia menolak tawaran Umar.

Kemudian Umar datang kepada Abu Bakar berkata sebagaimana perkataannya kepada Utsman Rodhiyallohu ‘Anhu, akan tetapi dia diam saja tidak menjawab pertanyaan Umar, sampai akhirnya beberapa hari kemudian Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menikahi Hafsoh.

Setelah itu Abu Bakar berkata kepada Umar: “ mungkin engkau marah ketika aku tidak menjawab tawaran kamu, yang demikian itu aku lakukan karena aku tahu bahwa Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menginginkan Hafsoh, kalau seandainya belum tidak menikahinya tentu aku akan segera menikahinya “. (HSR. Al Imam Bukhory dari Ibnu Umar Rodhiyallohu ‘Anhu)

* Imam Bukhory di dalam Sohihnya  (Kitab Syahadat) menukil perkataan Imam Hasan Bin Sholih Rahimahuloh bahwa beliau berkata : “ Aku bertemu seorang perempuan yang sudah menjadi nenek (mempunyai cucu) padahal umurnya baru dua puluh satu tahun”.

* Di dalam kitab Siyar A’lamun Nubala’ (jilid 5/hal :132, penulis : Al Imam Adz Dzahabi) pada biografi tabiin yang mulia Said Bin Musayyib (penghulu dari pada ulama Madinah di zamannya): “Berkata Al Imam Abu Bakar Bin Abu Daud bahwasanya dahulu Kholifah Abdul Malik meminta kepada Sa’id Bin Musayyib untuk menikahkan putrinya dengan pangeran Al Walid putera dari pada  Kholifah Abdul Malik, akan tetapi permintaan kholifah tersebut senantiasa ditolak oleh Said Bin Musayyib, sampai akhirnya sang kholifah mengambil tindak kekerasan, mencambuk Said Bin Musayyib dengan seratus cambukan, kemudian menyiramnya dengan segantang air dan memakaikan kepadanya baju wool.

Lihatlah bagaimana keteguhan seorang ulama panutan manusia di zamannya, tidak mau menikahkan putrinya dengan seorang yang kaya raya dari keluarga raja calon dari pada kholifah sepeninggal bapaknya, karena takut anaknya terfitnah dengan dunia dan gemerlapnya kehidupan istana sehingga lupa terhadap peribadahan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala .

Tidak sampai di situ kehebatan ulama yang dikenal pandai dalam mentakwilkan mimpi, yang merupakan menantu dari sahabat utama Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu  ini, akan tetapi orang akan semakin takjub lagi ketika mengetahui bahwa putrinya yang sholihah tersebut ia nikahkan dengan seorang muridnya yang telah menduda lagi tidak berharta hanya dengan mahar dua atau tiga dirham.

Berkata Ibnu Abi Wada’ah mengkisahkan pernikahannya dengan putri Sa’id Bin Musayyib Rahimahulloh: Aku biasa hadir di majlisnya Sa’id Bin Musayyib, kemudian aku absen beberapa hari, maka ketika melihatku beliau bertanya kepadaku: di mana kamu selama ini? Aku menjawab : Sesungguhnya istriku telah meninggal.

Berkata Sa’id : kenapa engkau tidak memberitahu kepadaku sehingga aku bisa menghadiri jenazahnya?. kemudian beliau bertanya lagi kepadaku: Apakah engkau sudah mendapatkan istri penggantinya?.

Aku menjawab: “Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu, siapa kira-kiranya orang yang mau menikahkan anaknya dengan aku (seorang yang hanya mempunyai uang dua atau tiga dirham saja)?

Maka berkata Sa’id Bin Musayyib : Aku.

Aku berkata : Betul, engkau akan menikahkan aku dengan anakmu?

Berkata Sa’id : Iya, betul.

Kemudian beliau mengucapkan hamdalah, lantas menikahkan dengan putrinya dengan mahar dua dirham atau kurang.

Setelah itu akupun pulang kerumahku sambil terus berfikir kepada siapa aku harus berhutang?

Kemudian aku solat maghrib dan pulang kerumahku, makan buka puasa sampai akhirnya ada orang yang mengetuk pintu rumahku … ternyata beliau adalah Said bin Musayyib, datang dengan membawa putrinya untuk diserahkan kepadaku.

Aku Berkata : Wahai Abu Muhammad, kenapa engkau tidak menyuruh orang saja memanggilku sehingga aku bisa datang ke rumahmu?

Berkata Said : Tidak, bahkan engkau yang lebih berhak untuk di datangi.

Ibnu Abi Wada’ah berkata : ternyata putrinya tersebut adalah orang yang paling cantik, paling mengetahui makna dari pada Al Qur’an dan sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, serta paling memahami hak-hak suami.!!!

Satu bulan kemudian Sa’id menanyakan kondisi anaknya dan mengirimi kepadaku uang dua puluh ribu dirham!!!!

*     *    *

Dari hadits dan atsar-atsar diatas, kita bisa mengetahui bagaimana semangat para salaf dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala serta menjaga kehormatan diri mereka agar tidak terjatuh ke dalam kemaksiatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan segera melaksanakan pernikahan yang syar’i.

Mereka adalah orang-orang yang zuhud terhadap dunia sehingga tidaklah menikahkan putrinya hanya karena harta dunia atau diploma, yang terpenting bagi mereka dalam menikahkan putrinya adalah ilmu dan ketakwaan dari pada calon suaminya karena itulah tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka yang nantinya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Alloh Subhanahu wa Ta’ala .

Faedah yang lainnya dari hadits-hadita diatas adalah para salaf tidak memandang aib perbedaan umur yang jauh antara suami istri dalam suatu pernikahan, sekali lagi ukuran mereka dalam pernikahan adalah ilmu dan agama.

Faedah yang lainnya adalah dalam hadits-hadits tersebut ada bantahan terhadap orang-orang yang membatasi usia pernikahan dan melarang orang untuk menikah jika umurnya dibawah itu.

إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا

“Mereka tidaklah mengucapkan kecuali kedustaan saja“. (QS Al-Kahfi 5)

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Katakanlah wahai Muhammad: “Tunjukkan kepada kami bukti-bukti kebenaran ucapan kamu, jika engkau adalah orang-orang yang berkata benar!”. (QS Al-Baqoroh 111)

Jika mereka masih merasa benar terhadap penyimpangannya terhadap syariat Islam ini, maka kami mengharapkan mereka untuk mendatangkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah jika mereka merasa dirinya beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan hari akhir.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka Demi Robb Kamu (wahai Muhammad), mereka pada hakekatnya tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan di dalam hati mereka terhadap keputusan yang engkau putuskan tersebut, bahkan mereka menerimanya dengan lapang dada”. (QS An-Nisa’ 65)


PENUTUP

Sesungguhnya pernikahan adalah perkara yang sangat mulia dalam syariat Islam, yang mempunyai banyak adab dan hukum-hukum yang terkait dengannya, sikap berpaling dari syariat yang mulia ini karena ketakutan duniawi merupakan tasyabbuh kepada orang-orang kafir disamping pula akan melahirkan penyakit sosial yang membahayakan bagi kehidupan bermasyarakat dan dampak negatif lainnya yang sangat banyak.

Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa mau mendengar perkataan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya dan mengikutinya dengan sebaik-baiknya serta memberikan hidayah kepada kaum muslimin dan pemimpinnya untuk kembali berpegang teguh dengan syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam… Amin.

*     *    *
Sumber :http://www.ahlussunnah.web.id/pernikahan-tuntunan-syariat-dan-ketakutan-masyarakat#more-123


[1] Pandangan yang seperti ini adalah pandangan yang banyak ditemui pada sebagaian besar masyarakat awam di negerinya penulis, dan negeri-negeri Ajam (bukan Arob) /Arob yang terpengaruh dengan kebudayaan Barat, mereka menganggap pembicaraan tentang pernikahan adalah suatu yang tabu sedangkan di sisi lainnya mereka menganggap orang berpacaran atau punya wanita simpanan adalah suatu hal yang biasa – Naudzubillah min dzalik – .
Adapun di negeri Yaman, penulis mendapati budaya yang berbeda, negeri Yaman kebanyakan masyarakatnya menjaga keluarganya dengan adab-adab islamy, sehingga kebanyakan mereka antusias sekali dalam pelaksanaan pernikahan yang Islamy ini, sampai kita dapati dalam budaya mereka, anak-anak yang baru baligh segera dinikahkan oleh orang tua mereka atau bahkan mereka sendiri minta kepada orang tuanya tanpa rasa malu atau sungkan-sungkan.
[2] Adapun Nabi Isa ‘Alahis Salam beliau akan berkeluarga setelah turunnya dari langit untuk membunuh dajjal laknatullohu alaih dan menegakkan syariatnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.

TUNTUNAN AS-SUNNAH TENTANG TATA CARA MANDI WAJIB (JANABAH)


بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد:

Permasalahan thoharoh (bersuci) adalah permasalahan yang sangat penting. Oleh karena itu pengetahuan tentangnya merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Sebab, pada sah dan tidaknya thoharoh seseorang, bergantung sah dan tidaknya sholat orang tersebut. Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- telah bersabda:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُور
“Sholat itu tidaklah akan diterima  tanpa bersuci.” (HR. Muslim)

Keadaan suci yang dituntut dari seorang hamba sebelum mengerjakan sholat mencakup suci dari najis dan suci dari hadats baik besar maupun kecil.
Pada tulisan ini akan kami paparkan secara ringkas –insya Alloh- tuntunan syariat Islam yang sempurna dalam permasalahan bersuci dari hadats besar, mengingat banyaknya orang yang lalai seputar permasalahan ini.

SEBAB-SEBAB DIWAJIBKANNYA MANDI
  1. Keluarnya mani baik dari laki-laki ataupun perempuan, baik dalam keadaan terjaga maupun tidur. Sebagaimana sabda Rosululloh -Shollallohu’alaihi wa sallam-:
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنْ الْمَاء
“Sesungguhnya mandi itu (diwajibkan) karena (keluarnya) air (mani).” (HR. Muslim)

Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa keluarnya mani merupakan sebab wajibnya mandi tanpa membedakan apakah keluarnya itu dalam keadaan terjaga atau tertidur.
Sebagian ulama mempersyaratkan adanya syahwat jika mani tersebut keluar dalam keadaan terjaga. Akan tetapi yang rojih (kuat) tidak adanya syarat tersebut. Kapan saja didapati mani keluar darinya maka wajib baginya mandi berdasarkan konteks hadits di atas.[1]
Adapun jika keluarnya mani ketika tidur maka telah diriwayatkan dari Ummi Salamah –radhiyallohu ‘anha- berkata; bahwa ummu sulaim bertanya kepada Nabi –Shollallohu’alaihi wa sallam- :

يَا رَسُولَ الله، إِنَّ الله لَا يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ، فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ؟
“Sesungguhnya Alloh itu tidak malu dari kebenaran, apakah wajib bagi wanita untuk mandi jika dia ihtilam (mimpi basah)?”

Beliau menjawab:

نَعَمْ، إِذَا رَأَتْ الْمَاء
“Ya, (wajib baginya mandi) jika melihat adanya air mani.” (Muttafaqun alaih)

Dalam hadits ini Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- menjelaskan bahwa kewajiban mandi jatuh pada seseorang yang ihtilam (mimpi basah) dan mendapatkan adanya air mani setelah terjaga. Tidak dipersyaratkan bahwa dia teringat mimpi tersebut atau tidak. Cukup dengan didapati mani yang seseorang itu yakin bahwa mani tersebut berasal darinya, diwajibkan baginya mandi janabah.
Jadi keadaan seseorang yang bermimpi atau mendapatkan cairan selepas tidur ada tiga macam:
  • Bermimpi dan mendapati mani pada pakaiannya, maka diwajibkan mandi padanya.
  • Bermimpi dan ketika bangun tidak mendapati cairan apa-apa, maka tidak wajib mandi baginya.
  • Tidak ingat apakah mimpi atau tidak tapi mendapati mani pada pakaiannya, maka wajib baginya mandi.
Kondisi ketiga inilah yang sering dipertanyakan orang, apakah wajib mandi atau tidak? Kondisi ini sering terjadi pada seseorang yang tidur kelelahan habis kerja berat atau pada musim dingin.
Untuk bisa menghukumi apakah wajib mandi atau tidak seseorang harus mengetahui ciri-ciri mani itu sendiri.
Imam Nawawi telah menjelaskan tentang ciri-ciri mani dalam perkataan beliau: “Mani seorang laki-laki dalam keadaan sehat berwarna putih, kental, keluar dengan memancar, keluar dengan syahwat, dia merasakan kenikmatan ketika keluarnya. Kemudian jika telah keluar disusul rasa lemas. Baunya seperti runjung korma yang mirip dengan bau adonan tepung. Apabila telah kering baunya seperti telur. Inilah sifat-sifat mani. Terkadang sebagian sifat-sifat tersebut tidak didapati padahal yang keluar itu adalah mani yang mewajibkan mandi.” [Al-Majmu’: 2/ 141]
Adapun mani wanita warnanya kekuningan dan tidak pekat. Keluarnya juga  diiringi dengan syahwat dan disusul denga rasa lemas.
Perlu ditegaskan bahwa tidak dipersyaratkan terkumpulnya semua ciri-ciri di atas sehingga seseorang bisa menghukumi bahwa yang keluar itu mani, sebagaimana dijelaskan imam Nawawi pada akhir perkataan beliau.
Sebagai contoh: seorang yang habis kerja berat dan mendapati setelah tidur cairan pada celananya biasanya tidak didapati kekentalan ataupun warna putih pada cairan tersebut. Akan tetapi dia mendapati bau yang khas dan yakin bukan bau kencing, maka dengan ini dia menghukumi bahwa yang keluar itu mani.
Adapun jika yang keluar bukan mani, dengan melihat ciri-ciri yang ada, baik sifat maupun baunya, maka tidak diwajibkan padanya mandi.
  1. Jima’ (bersetubuh), walaupun tidak keluar mani ketika terjadi jima’ tersebut. Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْل
“Jika seorang  laki-laki duduk di antara dua tangan dan kaki wanita (maksudnya: jima’) dan bertemu antara kelamin laki-laki dan perempuan maka telah wajib baginya untuk mandi.” (HR. Muslim dari Aisyah, datang juga dari Abu Huroiroh muttafaqun alaih dengan lafadz yang hampir sama)
Pertemuan dua alat kelamin yang dimaksud dalam hadits adalah masuknya kepala dzakar ke dalam kelamin perempuan.[ Lihat Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (2/ 133)]
Masuk di dalam permasalahan ini jika si laki-laki memakai kondom. Tetap diwajibkan padanya mandi karena tercakup dalam keumuman hadits Abu Huroiroh sebagaimana dirajihkan oleh Syaikhuna Muhammad Hizam dan merupakan pendapat imam Nawawi.
  1. Berhentinya haidh maupun nifas.
Berdasarkan hadits Aisyah –radhiyallohu ‘anha-: bahwa Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- berkata kepada Fatimah bintu Abi Hubaisy:

فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي
“Jika haidh mendatangimu maka tinggalkanlah sholat, dan apabila telah selesai (haidh tersebut) maka mandilah kemudian sholatlah”( HR Bukhory-Muslim)[2]

TATA CARA MANDI JANABAH

Pada mandi janabah ada dua rukun yang wajib untuk dilakukan, kapan saja kedua rukun ini tidak terpenuhi maka mandinya tidak sah. Kedua rukun tersebut adalah:
  1. Niat mandi janabah.
Berdasarkan hadits:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ
“Seluruh amalan itu berdasar pada niatnya.” (HR Bukhory-Muslim)

Oleh karena itu apabila seseorang junub kemudian mandi tanpa berniat mandi janabah maka tidak sah mandinya dan hadats besar yang ada padanya belum terangkat.
  1. Membasahi seluruh anggota tubuh dengan air. Apabila ada anggota tubuh yang tidak terkena air maka mandinya tidak sah. Berdasarkan sabda Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- kepada seseorang yang tidak ikut sholat bersama Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- karena junub, maka beliau memberikan air kepadanya dan berkata:
اذْهَبْ فَأَفْرِغْهُ عَلَيْك
“Pergilah dan siramkan air ini ke tubuhmu.”(Muttafaq alaih dan lafadh ini di Bukhory)

Dari rukun ini kita pahami bahwa dengan cara apa saja seseorang mandi, maka mandinya sah jika air mencapai seluruh anggota tubuhnya, baik itu dengan mengguyurkan air ataupun dengan menceburkan diri ke sungai atau laut.

Jika kedua rukun telah terpenuhi maka mandi seseorang telah sah. Namun sebagai seorang sunny tentunya menginginkan tata cara yang lebih sempurna daripada yang telah tersebut di atas. Hal ini tidak lain dengan mencontoh tata cara mandi Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam-.
Telah datang dalam permasalahan ini dua hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhory dan Muslim:

Pertama: hadits Aisyah, dia berkata:

كَانَ رَسُول الله -صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ –وفي رواية: كَفَّيْهِ ثلاثا-، ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ، حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ، ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْه
“Rosululloh biasanya jika mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya –pada riwayat yang lain: kedua telapak tangan tiga kali-, kemudian menyiramkan air dengan tangan kanannya  ke tangan kiri dan mencuci kemaluan dengannya, kemudian beliau wudhu sebagaimana wudhunya ketika mau sholat, kemudian menciduk air dan menyisipkan jari-jari tangannya ke poros rambut, sehingga ketika telah merasa bahwa air sudah mencapai (kulit kepala), beliau mengguyurkan air ke kepala tiga kali, kemudian mengguyur seluruh badannya, kemudian beliau mencuci kedua kakinya.” (HR Bukhory-Muslim)

Kedua: hadits Maimunah. Hadits kedua ini pada asalnya hampir sama dengan hadits yang pertama, kecuali pada beberapa kalimat yang berbeda, yaitu: disebutkannya bahwa Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- setelah mencuci kemaluan dengan tangan kirinya, beliau mengusapkan tangan kirinya itu ke tanah dan menggosokkannya. Juga disebutkan pada hadits ini bahwa Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- menolak handuk yang diberikan Maimunah.
Dari kedua hadits di atas dapat kita perinci tentang tata cara mandi yang sesuai sunnah sebagai berikut:
  1. Mencuci tangan tiga kali.
  2. Mencuci kemaluan dengan dengan tangan kiri dan tangan kanan yang mengguyurkan air.
  3. Berwudhu seperti wudhu untuk sholat.
  4. Mengambil air dan menyela-nyelai rambut dengannya sampai terasa bahwa air mencapai kulit kepala dan merata.
Apabila dia memiliki jenggot, maka diwajibkan pula untuk menyela-nyelainya sehingga air sampai pada kulit.
  1. Mengguyur kepala tiga kali.
  2. Mengguyur seluruh badan.
Para ulama juga menyebutkan bahwa menggosok badan juga termasuk yang disunnahkan karena hal tersebut menambah bersih dan sempurnanya mandi seseorang.
  1. Mencuci kedua kaki. Hal ini bisa dilakukan ketika wudhu sebagaimana hadits Aisyah, atau setelah selesai semua baru mencuci kaki sebagaimana hadits Maimunah. [Lihat: Fathul bari, hadits no. 249]
Adapun menyeka air dengan handuk, maka ini adalah perkara yang boleh. Sebab penolakan Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- terhadap kain yang diberikan Maimunah tidaklah berarti bahwa menyeka air selepas mandi terlarang. Bahkan Rosululloh sendiri telah melakukannya, walaupun tidak dengan handuk, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Maimunah.
Inilah secara ringkas tata cara mandi yang dicontohkan oleh Rosululloh –Shollallohu’alaihi wa sallam- yang sepantasnya bagi setiap muslim untuk mengamalkannya.
Mungkin seseorang akan bertanya: “Apakah tata cara ini berlaku juga bagi wanita?”
Kita jawab: Bahwa syariat ini pada dasarnya berlaku bagi laki-laki dan perempuan kecuali bila ada dalil yang menunjukkan adanya kekhususan pada salah satu dari keduanya.
Pada permasalahan kita ini, telah datang hadits dari Ummi Salamah bahwa dia bertanya kepada Rosululloh: “ Wahai Rosululloh, saya seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku urai (kepangan itu) untuk mandi janabah?”
Rosululloh menjawab:

لَا. إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
”Tidak, akan tetapi cukup bagimu untuk menyiramkan air di kepalamu tiga kali siraman kemudian mengguyurkan air ke badanmu, maka (dengan ini) engkau telah suci .” [HR. Muslim: 330]

Hadits di atas menunjukkan bahwa apabila seseorang memiliki rambut yang dikepang maka tidak wajib baginya untuk melepasnya ketika mandi janabah. Dengan syarat bahwa kepangan tersebut tidak mencegah sampainya air ke kulit kepala. Apabila kepangan itu menghalangi maka wajib untuk diurai sehingga air bisa mencapai kulit kepala. Inilah yang dipilih oleh jumhur (mayoritas) ulama dan dirajihkan oleh: Syaikh bin Baz dan Muhamad bin Ibrohim. [Fatawa lajnah: 5/ 320, Fathul Allam: 1/ 324]
Dari hadits di atas juga dipetik hukum bahwa rambut wanita yang panjang tidaklah wajib untuk dibasahi ketika mandi. Sebab Rosululloh tidaklah memerintahkan dalam hadits tersebut untuk mengurai kepangan, padahal jika keadaannya seperti ini kebanyakannya air tidak bisa mencapai bagian dalam kepangan tersebut. Seandainya membasahi seluruh rambut itu wajib bagi wanita maka tentu Rosululloh akan memerintahkan Ummu Salamah untuk mengurai rambutnya yang dikepang. [Al-Mugniy: 1/ 301-302, Fathul Bari-Ibnu Rojab: 256]
Wallohu A’lam, inilah yang bisa kami sajikan pada kesempatan ini, semoga bisa bermanfaat dan diamalkan.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.
Ditulis Oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy
Darul Hadits, Sabtu 6 Rojab 1433
Semoga Alloh Menjaganya

Sumber : http://www.ahlussunnah.web.id/tata-cara-mandi-wajib-janabah

[1] Ini adalah pendapat ibnu Hazm (Al-Muhalla: 173) dan dirajihkan oleh Syikhuna Muhammad Hizam.
[2] Para ulama juga menyebutkan sebab- sebab lain yang dengannya seseorang diwajibkan mandi, yaitu: ketika seseorang masuk islam dan ketika seseorang ingin menghadiri sholat jum’at. Sengaja Penulis tidak cantumkan karena diluar pokok pembahasan.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

 
Welcome In My Blog "GENJUTSU SINGKEP" And ThankS For Visiting