Sabtu, 29 Maret 2014

CARA NGIRIM EMAIL (gmail) TERBARU



Selamat pagi teman2 yang sudah pada keren2 kyknya nih apalagi untuk melewati weekend yang agk lumayan panjang, kok bisa panjang yach.,? kyknya pada tgl 31 tar tanggal merah tuch jadi bertambah dounk`s waktu weekendnya.,,kebetulan tanggal 31 kan pada hari senin.,,ahhaa., kok malah jadi membahas masalah weekend yach.,?? padahal kalo dilihat dari judul postingannya gk ada sangkut pautnya dech dng masalah weekend mgkin lg semangatnya kali ya penulis sehingga agak kluar dikit dari tema pembahasanya.,,

Kyknya sobat2 udh gk sabaran nih untk masuk kepokok tema kita kali ini, pada kesempatan kali ini saya akan membahas cara mengirim email dengan menggunakan account gmail. Mungkin sebagian sobat2 sudah pada mahir untk mengirim email tapi masih ada juga sodara kita yang kemungkinan kurang paham untuk mengirim email maka daripada itulah saya pada kesempatan kali ini untk memberi petunjuk langkah demi langkah untuk mengirim email dengan menggunakan account gmail.

Yuuuk…, langsung saya sobat2 simak dengan seksama langkah demi langkah ato bahasa kampung saya Step by step., ahhaa.,!

Pertama2 untk mengirim email kita masuk ke alamat www.gmail.com , setelah itu sobat diminta untuk memasukan account email sobat beserta password sobat punya, setelah itu sobat klik “Masuk” kalau bahasa kampung saya “sign inJuntk lebih jelas lagi liat aja gambar dibawah ini:





Setelah sobat masukan email dan password sobat dengan benar maka sobat akan ditujukan ke halamaman muka account email sobat seperti pada gambar berikut ini:




Setelah sobat sudah masuk kelaman muka account email sobat pada saat inilah kita akan mulai proses untk mengirim emal sobat atau bahasa kampung saya “start process send email”(kyknya kok daritadi bawa2 bahasa kampung yach,?? J) Sobat perhatikan di pojok kiri atas pada laman muka account email sobat disitu ada kotak warna merah yang bertuliskan “Tulis” atau bahasa kampung saya “Compose” udah kliatan kaan., hmmm., kalo udah sobat klik aja. Setelah diklik maka sobat akan masuk kelaman “Pesan Baru” atau laman untuk kita nulis email. Sepertri pada gambar dibawah ini:



Setelah sobat berhasil masuk pada laman “Pesan Baru” inilah saatnya sobat untuk mengirim email. Dilaman tersebut ada tulisan “Kepada” kalo bahasa kampung saya “To” dikolom tersebut sobat isikan alamat email yang akan sobat kirim, trus kalo udh diisi di kolom bawahnyakan ada tulisan “Subjek” sobat isikan subjek dari email yang akan sobat kirim fungsinya untk apa.? Supaya tar penerima email sobat bisa langsung tau kalau email tersebut tentang apa, misalnya tentang data pendidikan atau data2 yang penting lainnya. Kalo emang sobat gak mau ngisipun tidak ada masalah. Trus di bawahnya ada kolom laman besar disitulah tempat sobat untuk mengetikan isi pesan dari email yang akan sobat kirim. Kalau emang sobat mau ngirim/menyisipkan berkas yang berbentuk file doc, pdf, world, excel atau berbentuk file video dan audio sobat klik aja “Lampirkan File” seperti pada gambar dibawah ini:




Setelah berkas email sobat sudah sobat pilih trus sobat klik aja “Kirim” kalo bahasa kampung saya “Send” maka email sobat akan terkirim kealamat tujuan sobat.

Saya rasa cukup sampai disini aja step by step untuk mengirim email jika sobat kurang paham dengan penjelasan dari saya sobat langsung aja Tanya dilaman komentar blog ini. Semoga Bermanfaat.,!

By:




Selasa, 18 Maret 2014

TATA CARA TAYAMUM BERDASARKAN SUNNAH

Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada  Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulul Islam, Muhammad bin Abdillah shollallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Mungkin tidak jarang dari kita melihat sebagian dari saudara-saudara kita kalangan kaum muslimin yang masih asing dengan istilah tayammum atau pada sebagian lainnya hal ini tidak asing lagi akan tetapi belum mengetahui bagaimana tayammum yang Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ajarkan serta yang diinginkan oleh syari’at kita. Maka penulis mengajak pembaca sekalian untuk meluangkan waktu barang 5 menit untuk bersama mempelajari hal ini sehingga ketika tiba waktunya untuk diamalkan sudah dapat beramal dengan ilmu.

Pengertian Tayammum

Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayammum. Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih[1]. Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk bertayammum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak[2].

Dalil Disyari’atkannya Tayammum

Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus) kaum muslimin[3]. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (QS. Al Maidah [5] : 6).
Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci[4] (tayammum) jika kami tidak menjumpai air”.[5]

Media yang dapat Digunakan untuk Tayammum

Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,
جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً
“Dijadikan (permukaan, pent.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam) dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci”.[6]
Jika ada orang yang mengatakan bukankah dalam sebuah hadits Hudzaifah ibnul Yaman[7] Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana yang dikatakan oleh Ash Shon’ani rohimahullah, “Penyebutan sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan”[8]. Hal ini merupakan pendapat Al Auzaa’i, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah[9] demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashon’ani[10], Syaikh Al Albani[11], Syaikh Abullah Alu Bassaam[12] -rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan[13] dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah[14].

Keadaan yang  Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci  dengan Tayammum

Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum,
  • Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak[15].
  • Terdapat air (dalam jumlah terbatas pent.) bersamaan dengan adanya kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum dan memasak.
    • Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit.
    • Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat.
    • Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.

Tata Cara Tayammum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam

Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.[16]
Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.
Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut.
  • Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
  • Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
  • Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
  • Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
  • Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu[17].
  • Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil.
  • Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.

Pembatal Tayammum

Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga tayammum tidak dibolehkan lagi apa bila telah ditemukan air bagi orang yang bertayammum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi  bagi orang yang bertayammum karena ketidakmampuan menggunakan air[18]. Akan tetapi shalat atau ibadah lainnya[19] yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ
Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat dan tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayammum dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan kepada orang yang tidak mengulang shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya,  “Untukmu dua pahala[20][21].
Juga hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,
الصَّعِيدُ وُضُوءُ الْمُسْلِمِ ، وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ.فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اللَّهَ وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ
“Seluruh permukaan bumi (tayammum) merupakan wudhu bagi seluruh muslim jika ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun (kiasan bukan pembatasan angka)[22], apabila ia telah menemukannya hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menggunakannya sebagai alat untuk besuci”.[23]

Di Antara Hikmah Disyari’atkannya Tayammum

Sebagai penutup kami sampaikan hikmah dan tujuan disyari’atkannya tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini serta tidaklah sama sekali untuk  memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6,
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Maidah: 6).
Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah mengatakan ada empat penafsiran ahli tafsir tentang nikmat apa yang Allah maksudkan dalam ayat ini,
Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa[24].
Kedua, nikmat berupa hidayah kepada iman, sempurnanya agama, ini merupakan pendapat Ibnu Zaid rohimahullah.
Ketiga, nikmat berupa keringanan untuk tayammum, ini merupakan pendapat Maqotil dan Sulaiman.
Keempat, nikmat berupa penjelasan hukum syari’at, ini merupakan pendapat sebagian ahli tafsir[25].
Demikianlah akhir tulisan ini mudah-mudahan menjadi tambahan ‘amal bagi penulis dan tambahan ilmu bagi pembaca sekalian. Allahumma Amiin.
[1] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 231/I, terbitan Al Kitabul ‘Alimiy, Beirut, Lebanon.
[2] Kami ringkas dengan penyesuaian redaksi dari Lisanul ‘Arob oleh Muhammad Al Mishriy rohimahullah hal. 251/III, terbitan Darush Shodir, Beirut, Lebanon.
[3] Sebagaimana dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah. [Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 279/IV cetakan Darul Ma’rifah, Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa].
[4] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abdullah Alu Bassaam rohimahullah hal. 412/I terbitan Maktabah Asaadiy, Mekkah, KSA.
[5] HR. Muslim no. 522.
[6] HR. Ahmad no. 22190, dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq beliau untuk Musnad Imam Ahmad, terbitan Muasa’sah Qurthubah, Kairo, Mesir.
[7] Yang kami maksud adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
« وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ »
Demikian juga hadits dari sahabat ‘Ali yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya no. 774 dinyatakan Shohih oleh Syaikh Ahmad Syakir,
« وَجُعِلَ اَلتُّرَابُ لِي طَهُورًا »
[8] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al ‘Amir Ash Shon’ani rohimahullah hal. 354/I dengan tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi Hasan Halaaq cetakan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
[9] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 280/IV.
[10] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 351-352/I.
[11] Lihat Ats Tsamrul Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah hal. 31/I cetakan Ghiroos, Kuwait.
[12] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 414/I.
[13] Lihat Al Mulakhoshul Fiqhiy hal. 38 oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidzahullah cetakan Dar Ibnul Jauziy Riyadh.
[14] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah oleh Syaikh DR. Abdul Adhim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahullah hal. 56 Dar Ibnu Rojab Kairo, Mesir.
[15] Asy Syaukani menambahkan keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum dengan jauhnya air, kemudian beliau menambahkan batasan suatu jarak dikatakan tidak jauh dalam hal ini dengan adanya kemungkinan seseorang dapat mendapatkan air kemudian berwudhu dengannya dan dapat sholat pada waktunya. [lihat As Saylul Jaror oleh Asy Syaukani rohimahullah hal. 129/I, terbitan Darul Kutub ‘Ilmiyah, Beirut, Lebanon.] namun Syaikh Muhammad bin  Sholeh Al ‘Utsaimin mengatakan bahwa batasan dikatakan tidak jauh itu adalah urf/penilaian masyarakat [lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ hal. 235/I ].
Tambahan dari editor,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “….  Akan tetapi, mereka juga boleh cukup dengan tayamum jika memang harus memperoleh air yang tempatnya jauh. Mereka nanti bertayamum dan mengerjakan shalat di waktunya masing-masing. Namun yang lebih baik adalah melakukan jama’ suri seperti tadi dan tetap berwudhu dengan air, ini yang lebih afdhol (lebih utama). Walhamdulillah.”[ Majmu’ Al Fatawa, hal. 458/XXI.]
[16] HR. Bukhori no. 347, Muslim no. 368.
[17] Kami katakan demikian karena kemutlakan yang ada dalam ayat tayammum (وَأَيْدِيكُمْ ,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah (5) : 6]) tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat wudhu (وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah (5) : 6]), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya wudhu) walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul Waroqot hal. 123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim Ushul Fiqh oleh Syaikh Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal. 441,  terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[18] Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal.56.
[19] Karena tayammum merupakan badal/pengganti dari wudhu. Sehingga apa yang dibolehkan dengan berwudhu dibolehkan juga dengan tayammum. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 360/I ].
[20] Yaitu satu pahala untuk sholat yang pertama dan satu pahala untuk sholat yang kedua. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 362/I, Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 426/I].
[21] HR. Abu Dawud no. 338, An Nasa’i no. 433. Dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 3861.
[22] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 422/I.
[23] HR. Ahmad no. 21408, Tirmidzi no. 124, Abu Dawud no. 333, An Nasa’i no. 420, dan lain-lain. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dan dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth.
[24] Dalil tentang hal ini hadits Humroon tentang wudhunya Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu.
[25] Lihat Zaadul Masiir hal. 108, Asy Syamilah.

CARA CEK INFO PTK BERDASARKAN DAPODIK


Guru diberikan waktu untuk mengecek datanya melalui Lembar Info PTK.
Guru diberikan waktu untuk mengecek datanya melalui Lembar Info PTK.

Para pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) khususnya guru dipersilahkan melakukan pengecekan data melalui Lapor Tunjangan Guru P2TK Dikdas. Data yang ditampilakn di Lembar Info PTK yang dikelola oleh P2TK Dikdas adalah data hasil sinkronisasi dapodikdas pada semester 2 (genap) tahun pelajaran 2013/2014.

Verifikasi data di Lembar Info PTK penting khususnya bagi guru penerima TPP (Tunjangan Profesi Pendidik) maupun aneka tunjangan bagi guru lainnya pada tahun 2014 ini. Jika masih ditemukan ketidaksesuaian data di Lembar Info PTK dengan data riil PTK, maka perlu segera diperbaiki melalui aplikasi dapodikdas.

Langkah-langkah Cek dan Verifikasi Data Guru di Lembar Info PTK:
1. Kunjungi salah satu link di bawah untuk login


  • http://223.27.144.195:8888
  • http://223.27.144.195:8083/info.php
  • http://223.27.144.195:8082/info.php
  • http://223.27.144.195:8081/info.php


2. Setelah berhasil membuka pada halaman dari salah satu link altenatif di atas muncul form login, masukkan masukan NUPTK Anda pada kolom User ID.

3. Masukan tanggal lahir lengkap sebagai password dengan format penulisan YYYYMMDD. Contoh : tanggal lahir PTK 17 Agustus 1975, maka dituliskan 19750817.

4. Ketik kode kombinasi angka dan huruf (captcha) di bawah kolom password dengan benar.

5. Terakhir, klik “Submit”, dan tunggu beberapa saat hingga Lembar Info PTK muncul.

Perlu diketahui, kesalahan pengentrian pada aplikasi dapodikdas yang menyebabkan kerugian apapun pada guru menjadi tanggung jawab guru yang bersangkutan, karena sudah diberikan waktu untuk pengecekan melalui Lembar Info PTK. Jika masih ada data yang salah, perbaikan dan sinkronisasikan kembali. 



Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2014/02/cara-cek-lembar-info-ptk-atau-guru.html#ixzz2wHEEUgxF

CARA CEK STATUS SKTP GURU 2014 di P2TK DIKDAS



P2TK Dikdas akan menerbitkan SK Tunjangan jika memenuhi syarat.
P2TK Dikdas akan menerbitkan SK Tunjangan guru jika memenuhi syarat.
Status SK Tunjangan Profesi (SKTP) bagi guru yang sudah sertifikasi sudah cetak atau belum bisa dicek melalui website Direktorat P2TK Pendidikan Dasar (Dikdas). Pemberkasan untuk penerbitan SKTP atau dikenal juga SK Dirjen tahun 2014 dilakukan secara online melalui Dapodik.

P2TK Dikdas akan melakukan pengolahan data, seperti: penghitungan jumlah jam mengajar, jumlah murid, jumlah jam rombel, dan lain-lain. Bagi yang memenuhi syarat, P2TK Dikdas menerbitkan SK tunjangan bagi guru (SK Tunjangan Fungsional, Bantuan Kualifikasi Akademik, Tunjangan Guru Daerah Khusus, dan Tunjangan Profesi).

Rencananya tanggal 24-31 Maret 2014 SKTP guru akan diterbitkan. Meskipun SK ini berlaku setahun, namun dalam proses pembayaran harus memperhatikan pemenuhan syarat penerima tunjangan, misalnya: keaktif guru dan status kepegawaian. Penerima SKTP yang terbit pada bulan maret 2014 berhak menerima Tunjangan Profesi.

Untuk melihat status penerbitan SKTP bisa dicek secara online. Selain informasi status penerbitan SKTP, di website untuk mengecek aneka tunjangan ini juga menyajikan informasi tambahan baru. Bagi Anda yang login akan dapat melihat informasi status realisasi pembayaran tunjangan profesi.


Cara Cek Status SKTP dan Pembayaran Tunjangan Tahun 2014


2. Login di form INFO SK, dengan memasukan NUPTK dan passwordnya adalah tanggal lahir anda dengan format YYYYMMHH. Contoh 29 Januari 1987 menjadi 19870129.

3. Jika Anda berhasil login, maka dapat mengetahui status SKTP dan status realisasi pembayaran tunjangan profesi.

Guru penerima SKTP 2014 harus memenuhi syarat, yaitu: memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi satu Nomor Registrasi Guru (NRG), serta menuhi kewajiban melaksanakan tugas paling sedikit 24 jam per minggu sesuai dengan sertifikat pendidik yang dimilikinya.

Sumber:http://www.sekolahdasar.net/2014/03/cara-cek-status-sktp-guru-2014-di-p2tk.html#ixzz2wH3MWfEs

Senin, 10 Maret 2014

PERNIKAHAN: ANTARA TUNTUNAN SYARIAT DAN KETAKUTAN (PHOBIA) MASYARAKAT


Penulis : Muhammad Irham Ibnu Syarif Al Jawy
Semoga Alloh Ta’ala Mengampuni Dosanya
Ma’had Darul Hadits Dammaj – Yaman



بسم الله الرحمن الرحيم


MUQODDIMAH

إن الحمد لله ، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله .

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ^ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أما بعد،

Sesungguhnya diantara tanda berakhirnya zaman adalah diangkatnya ilmu dan banyaknya kejahilan, banyak orang minum khamr dan banyak terjadi perzinaan, jumlah laki-laki semakin sedikit, sedangkan perempuan sangat banyak, sampai ditemukan seorang laki-laki bertanggung jawab terhadap lima puluh orang perempuan.

Demikian bunyi makna dari pada hadits Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tersebut diatas, yang jika kita memperhatikannya maka fitnah–fitnah tersebut kembali kepada dua sumber dari segala macam fitnah yang membinasakan manusia; yaitu fitnah syubuhat (kerancuan dalam berfikir) dan fitnah syahawat (mengumbar hawa nafsu).

Fitnah syubhuhat meraja-lela karena jauhnya orang daripada ilmu agama dan senangnya mereka terhadap kebodohan, sementara fitnah syahawat tersebar karena tidak adanya kesabaran mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  .

Setelah kita mengetahui sebab dari dua penyakit ini maka kita bisa mengambil obatnya, agar kita selamat dari pada kemalangan.

Obat dari pada fitnah syubuhat adalah memperkuat keimanan dengan mendalami ajaran agama sedangkan obat dari pada fitnah syahawat adalah dengan bersabar menjalankan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan meninggalkan segala jenis kemaksiatan kepada-Nya, sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala  :

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون

“Kami jadikan mereka imam–imam yang diikuti kaumnya dengan petunjuk Kami ketika mereka bersabar dan yakin dengan ayat-ayat Kami “. (QS As-Sajadah 24)

Diantara perkara yang dapat membantu seseorang berkonsentrasi dalam belajar ilmu agama dan memperkuat keimanannya serta bersabar meninggalkan kemaksiatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  adalah pernikahan, karena dengan menikah seseorang akan mendapatkan ketenangan jiwa, jika jiwa seseorang sudah tenang maka akan tenang pula anggota badannya dalam melakukan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  karena hati merupakan motor bagi semua gerakan anggota badannya sebagaimana dalam hadits Nu’man Bin Basyir Rodhiyallohu ‘Anhu.

Perkara sebaliknya, jika seseorang berpaling dari tuntunan syar’i  ini yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  jadikan sebagai fitroh pada setiap manusia yang dewasa, maka kecil kemungkinan ia akan selamat dari  pada was-was syaithon untuk terjatuh dari pada cabang-cabang perzinaan yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  takdirkan atas semua bani Adam, yang tidak ada satupun dari manusia yang bisa selamat darinya kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:


كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ .

“Telah ditakdirkan kepada Bani Adam bagiannya dari pada zina, mereka akan menemuinya dan tidak akan bisa menghindarinya, Dua mata zinanya adalah dengan melihat apa yang di haramkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan dua telinga zinanya adalah dengan mendengar, dan mulut /lisan zinanya melalui pembicaraan, sedangkan tangan zinannya adalah dengan memegang, kaki zinanya adalah dengan berjalan sedangkan zinanya hati adalah dengan berfikir dan berangan-angan, dan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya”.) HSR.Bukhory: no.5889, Muslim : no.2657).

Namun sangat disayangkan kenyataan yang kita dapati pada masyarakat kita, kebanyakan mereka memandang dua perkara penting diatas (yaitu ; tolabul ilmi syar’i  dan pernikahan) dengan pandangan negatif, sehingga jangan heran jika mereka banyak terjatuh kepada penyimpangan-penyimpangan dari pada syariat penciptanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala .

Kebanyakan mereka menganggap menuntut ilmu syar’i sebagai jalan menuju masa depan yang suram, tidak menjanjikan kemuliyaan, atau kekayaan dunia atau minimalnya kehidupan yang  mapan. Mereka lupa atau pura – pura lupa bahwa generasi awal ummat Islam ini menaklukkan Romawi dan Persia menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia bukan dengan diploma dari Universitas Britonia atau Amerika, akan tetapi dengan sebab keimanan dan ketakwaan serta keadalam ilmu mereka terhadap syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :


وَعَدَ اللَه الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُم وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

“Alloh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman diantara kalian dan beramal sholeh untuk menjadi kholifah-kholifah (penguasa) dimuka bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Alloh akan menguatkan untuk mereka agamanya yang telah diridhoi-Nya dan Dia akan mengganti ketakutan mereka menjadi aman dan sentosa “. (QS An-Nur 65)

Demikian juga sikap mereka terhadap syariat pernikahan islami yang penuh keindahan dan kebahagian, kebanyakan mereka karena jauhnya dari tuntunan agama Islam yang sempurna ini, memandang bahwa pernikahan adalah suatu ikatan yang mengekang kebebasan bagi kehidupan mereka atau menjatuhkan mereka ke dalam jurang kemiskinan atau melanggar emansipasi wanita dan lain sebagainya[1]. Sehingga  jangan heran jika kita dapatkan diantara mereka lebih suka mengambil jalan pintas melampiaskan syahwatnya dengan cara tidak terhormat supaya lepas dari pada tanggung jawab (menurut anggapan mereka).

Kondisi semakin runyam ketika Bapak aparatur pemerintah –semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala  memberikan hidayah kepada mereka– melarang laki-laki atau perempuan untuk melakukan pernikahan yang resmi kecuali jika sudah mencapai umur tertentu (minimal tujuh belas tahun atau batasan-batasan yang lainnya), sementara di sisi lain mereka membuka fasilitas-fasilitas yang memudahkan hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang diharomkan, seperti sekolahan, perkantoran atau tempat lainnya daripada lapangan pekerjaan, bahkan tidak sungkan-sungkan memberikan perijinan untuk diskotik atau tempat pelacuran. Wallohul Musta’an.

Tentunya perkara–perkara yang seperti ini semakin menjadikan masyarakat jauh dari pada ajaran Islam yang suci yang menganjurkan ummatnya untuk segera menikah dini dalam rangka menjaga kehormatan diri dan menyelamatkan diri dan keluarga dari pada dahsyatnya fitnah di akhir masa.  Mudah-mudahan tulisan kami ini bermanfaat bagi kaum muslimin untuk mendapatkan secercah cahaya penerang kembali kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan syariat-Nya menuju kehidupan yang berbahagia di kehidupan dunia dan akhirat. Amin.


HIKMAH DARI PADA PENCIPTAAN MANUSIA ADALAH
UNTUK BERIBADAH KEPADA ALLOH SUBHANAHU WA TA’ALA


Alloh berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah AKu ciptakan Jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah hanya kepada-Ku”. (QS Adz-Dzariyat 56)

Dari ayat yang mulia di atas kita bisa mengetahui bahwasanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala  menciptakan jin dan manusia di dunia ini adalah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya.


MAKNA DARI PADA IBADAH


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh menjelaskan makna Ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyyah (hal:44) :

الْعِبَادَة هِيَ اسْم جَامع لكل مَا يُحِبهُ الله ويرضاه من الْأَقْوَال والأعمال الْبَاطِنَة وَالظَّاهِرَة.

“Ibadah adalah suatu nama yang mencakup semua perkara yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala baik perkara tersebut berupa ucapan dan perbuatan yang tampak atau yang tersembunyi ”.

Adapun kaidah atau cara untuk mengetahui suatu perkara dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  atau tidak maka bisa kita pahami dari kaidah : semua perkara yang diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala maka perkara tersebut adalah dicintainya, karena Alloh tidak memerintahkan suatu perkara kecuali perkara tersebut dicintainya….

Dalil kaidah ini adalah berfirman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya :

قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ

“Katakanlah Wahai Muhammad: Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak memerintahkan perkara yang keji…”. (QS Al-A’rof 28)

Demikian juga Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ

“Katakanlah Wahai Muhammad: Robb-ku memerintahkan perkara yang adil…”. (QS Al-A’rof 29)

Demikian juga firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

“Sesungguhnya Alloh memerintahkan perbuatan yang adil, dan kebaikan, dan memberikan sodaqoh kepada karib kerabat, serta mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar serta aniaya (kedholiman)…”. (QS An-Nahl 90)

Contoh dari perkara ibadah tersebut sangat banyak, rukun islam yang lima adalah ibadah, karena semua perkara tersebut dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala, demikian juga rukun iman yang enam dan segala amal soleh seperti jihad, sodaqoh, silaturahmi, menuntut ilmu agama semuanya juga adalah ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.


MENIKAH ADALAH BAGIAN DARI PADA IBADAH


Diantara sekian banyak ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang lainnya adalah pernikahan karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hambanya untuk melakukan perkara ini sebagaimana dalam firmannya :

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ

“Maka nikahilah wanita yang kalian senangi …” (QS An-Nisa’ 3)

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ

“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang mampu untuk menikah maka hendaknya segeralah menikah….” (HSR. Bukhory : no.4478, Muslim : no . 1400).

Dari sini kita mengetahui dengan pasti bahwa pernikahan adalah suatu ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.


HIKMAH DARI PADA PERNIKAHAN


Alloh Subhanahu wa Ta’ala  menciptakan manusia menjadi dua jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan tabiat satu jenis untuk condong dan mencintai kepada jenis yang lainnya kecuali orang yang sudah rusak fitrohnya.

Dengan tabiat ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan sebab berlangsungnya keturunan Bani Adam untuk mewarisi bumi sampai hari kiamat sehingga tercapai hikmah yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dari penciptaan langit dan bumi beserta isinya ini yakni  agar manusia beribadah kepada Alloh sahaja dan tidak mensekutukannya dengan suatu apapun.


PERNIKAHAN MERUPAKAN SUNNAHNYA PARA ROSUL


Tidaklah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  mengutus Nabi dan Rasul-Nya ke muka bumi ini (dari nabi Adam sampai Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam)[2] kecuali Alloh Subhanahu wa Ta’ala  ciptakan bagi mereka istri dan anak keturunan yang menjadi penenang jiwanya dan penyejuk pandangannya, serta pewaris ilmu dan dakwah tauhid mereka kepada manusia, sebagaimana yang difirmankan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  di dalam Al Qur’an :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً

“Sungguh telah Kami utus Rasul-Rasul sebelum kamu dan Kami ciptakan untuk mereka istri-istri dan keturunan”. (QS Ar-Ra’ad 38)

Dari ayat ini kita mengetahui bahwa pernikahan merupakan sunnah dari para Rasul, tidaklah mengingkari sunnah ini dan mencelanya serta menganggapnya sebagai perkara yang aib kecuali orang–orang jahiliyyah atau orang–orang kafir yang sudah rusak fitrohnya, atau orang nasroni yang meyakini kependetaan (rohbaniyyah) serta sebagian ahlul bid’ah dari kalangan sufiyyah yang ekstrim.

Syaikh Sa’di Rahimahulloh menjelaskan makna dari pada ayat ini di dalam kitab tafsirnya (419): “ Engkau wahai Muhammad bukan rasul yang pertama kali yang diutus oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  kepada manusia sehingga mereka merasa aneh dengan risalah yang engkau bawa, bahkan sungguh telah Kami utus Rasul-Rasul sebelummu  dan Kami ciptakan untuk mereka istri-istri dan keturunan, maka  tidak bisa musuh-musuh kamu itu mencelamu hanya karena engkau mempunyai istri dan anak keturunan sebagaimana saudara-saudara kamu dari para rasul yang sebelummu, bagaimana bisa mereka mencela kamu karena sebab ini sementara mereka mengetahui bahwa Rasul-Rasul sebelum kamu juga mempunyai istri dan keturunan…..”. Hal yang senada juga dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahulloh dalam tafsirnya pada penjelasannya terhadap ayat di atas (lihat tafsir ibnu katsir : 7 :158).

Dari penjelasan para mufassirin (ahli tafsir) diatas tersirat makna sebab dari pada diturunkannya ayat ini, yaitu bahwasanya orang-orang kafir menentang risalah Rosululloh karena Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkeluarga, menikahi wanita, mempunyai anak keturunan, makan dan minum serta berbelanja di pasar untuk memenuhi kebuRobb sehariannya dan lain sebagainya dari sifat-sifat manusia.

Orang-orang kafir tersebut berkata: Seandainya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam betul-betul sebagai utusan Alloh Subhanahu wa Ta’ala  kenapa beliau tidak diutus dari kalangan malaikat? Kenapa juga beliau membutuhkan hal-hal duniawi yang tersebut diatas?

Mari kita simak syubhat-syubhat mereka yang disebutkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dalam kitab-Nya yang mulia :

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا ^أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا

“Orang-orang kafir itu berkata: “Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan dipasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? Atau mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan harta atau kebun buah yang indah sehingga dia dapat makan darinya setiap saat ?” Bahkan orang-orang dholim itu berkata : “Kamu sekalian hanyalah mengikuti laki-laki yang kena sihir”. (QS Al-Furqon 7-8)

Demikian sikap orang-orang kafir yang menentang dakwah para nabi yang mulia ini, oleh karena itu Syaikh kami Al ‘Allamah Yahya Al Hajury –semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjaganya– menegaskan berdalilkan ayat-ayat Al-Quran diatas bahwa pernikahan adalah sunnah para Rasul, kebencian terhadap perkara ini adalah sunnah jahiliyyah.

Dalil lainnya yang menguatkan tentang hal ini adalah apa yang datang dari pada hadits sohih yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhory dan Muslim dalam kitab sohih keduanya dari shohabat Anas Rodhiyallohu ‘Anhu: Bahwasanya datang tiga orang dari sohabat Rasululloh Shollallohu ‘Alaihis Salam kepada rumah dari pada istri-istri beliau, mereka bertanya tentang bagaimana ibadahnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, setelah diberitahu tentang ibadah beliau, maka mereka merasa tidak ada apa-apanya ibadah mereka dibandingkan dengan ibadah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, mereka berkata : Ternyata ibadah kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ibadah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, padahal beliau adalah orang yang sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lampau dan dosa-dosanya yang akan datang.

Maka salah seorang diantara mereka mengatakan: “Aku akan sholat malam terus dan tidak akan tidur”, yang lainnya lagi berkata : “Adapun aku akan puasa terus dan tidak akan berbuka”, yang lainnya lagi berkata: “Aku akan hidup menyendiri dan tidak akan menikah dengan perempuan”.

Ketika mendengar ucapan tiga orang ini, maka keluar Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada mereka: “Kalian yang berkata demikian dan demikian …, Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan paling bertaqwa diantara kalian, akan tetapi aku sholat malam dan tidur, demikian juga aku berpuasa dan berbuka serta aku menikahi para wanita, barang siapa yang benci terhadap sunnahku maka dia bukan golongan kami.

Berkata Imam Ibnu Hajar Rahimahulloh (Fathul Bary :9/105): “Yang dimaksud sunnah disini adalah jalan hidup beliau. Adapun makna dari pada sabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam: Bukan dari pada golongan kami adalah bukan bagian dari pada ummat kami (artinya keluar dari pada agama islam  menjadi orang kafir) jika mereka melakukan hal tersebut karena keyakinan (i’tiqod) ingin memberatkan diri dan berpaling dari pada sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam atau menganggap bahwa hal itu lebih baik daripada sunnahnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam..

Akan tetapi jika mereka melakukannya karena ta’wil maka hal ini tidak mengeluarkan mereka dari pada keislaman.(selesai penukilan dengan sedikit perubahan).


RASULULLOH SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WA SALLAM MELARANG SESEORANG UNTUK HIDUP MEMBUJANG


Diriwayatka oleh Al Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dengan sanad yang sohih, dari Anas Bin Malik  Rodhiyallohu ‘Anhu  :

كَانَ رَسُولُ اَلله صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ  وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا , تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ. إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ  .

“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dahulu senantiasa memerintahkan untuk menikah dan melarang daripada hidup membujang dengan larangan yang sangat, beliau bersabda: “Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan yang subur keturunannya, karena sesungguhnya aku sangat membanggakan banyaknya jumlah kalian dihadapan para Nabi nanti di hari kiamat”.

Imam Bukhory (no.4786) dan Muslim (no.1402) meriwayatkan dari Sa’ad Bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu   :

رَدَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ رضي الله عنه التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لَاخْتَصَيْنَا.

“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menolak keinginan Utsman Bin Madh’un untuk hidup membujang, kalau seandainya diperbolehkan tentu kami akan melakukannya”.

Di dalam riwayat yang sohih yang lainnya: beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menolak enam sohabat yang menginginkan untuk hidup membujang dengan tujuan agar konsentrasi dalam berjihad dan beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Nama para sohabat tersebut disebutkan Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Sohih Bukhory : (9/105).


KEUTAMAAN MENIKAH


Dari penjelasan diatas kita mengetahui bahwa pernikahan merupakan ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala . Sudah merupakan ketetapan di dalam kaidah Fikhiyyah Islamiyyah bahwasanya setiap perkara yang diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’alapasti disana mengandung kemaslahatan bagi pelakunya, dan sebaliknya bahwa setiap perkara yang dilarangnya pasti terkandung bahaya bagi yang melanggarnya.

Adapun keutamaan pernikahan sangat banyak sekali berdasarkan dalil-dalil daripada Al Qur’an dan hadits-hadits Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam , diantara keutamaan tersebut adalah :


1.   Pernikahan mendatangkan ketenangan jiwa


هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا

“Dialah Dzat yang menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan menciptakan dari jiwa tersebut istri sebagai pasangannya agar merasa tenang kepadanya ”. (QS Al-A’raf 189)

Ini adalah hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya yang tidak ada seorangpun yang bisa merubahnya sampai berakhirnya kehidupan dunia. Oleh karena itu kita dapati kebanyakan manusia, walau berapapun kekayaan yang dimilikinya atau tingkat pendidikannya atau strata sosial di hadapan masyarakatnya, tidak akan merasa tenteram kehidupannya atau puas dan tenang  hatinya sampai dia memiliki pasangan hidup dan keturunan yang menyejukkan pandangannya.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ

“Dijadikan indah pandangan manusia dengan kecintaan kepada para wanita dan anak keturunan ….“. (QS Ali ‘Imon 14)

Manusia terbaik, Kholilulloh Subhanahu wa Ta’ala Muhammad Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengakui sendiri bahwa beliau tidak bisa terlepas dari fitroh ini (yaitu mencintai wanita), lihatlah bagaimana sabda beliau dalam haditsnya yang sohih yang diriwayatkan oleh Al Imam An-Nasa’I (no.3940) dari Anas  Rodhiyallohu ‘Anhu :

حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ وَالطِّيب

“Dijadikan dalam hatiku kecintaan kepada para wanita dan minyak wangi …”.


2. Pernikahan mendatangkan rohmat dan kasih sayang diantara suami istri.


وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kamu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang ”. (QS Ar-Rum 21)

Di dalam hadits yang disohihkan Syaikh Al-Albany Rahimahulloh di kitabnya Silsilah Sohihah (2/196), Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لم ير للمتحابين مثل النكاح

“Tidak di ketahui orang yang saling mencintai sebagaimana kecintaan antara pasangan suami istri”.


3.   Pernikahan menjadikan kuatnya tali silaturrahmi


وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا

“Dialah Dzat yang menciptakan manusia dari pada air dan menjadikan dari mereka keturunan dan hubungan kekeluargaan”. (QS Al-Furqon 45)

Kita telah mengetahui kuatnya silaturrahmi mendatangkan luasnya rizki, dan memanjangkan umur sebagaimana dalam hadits sohih dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu. no.5639, Muslim : no.2557) .


4.   Pernikahan menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan diri


Fitnah wanita terhadap laki-laki sangatlah berbahaya, karena syaithon senantiasa menghias-hiasi perempuan dari berbagai arah agar laki-laki tergoda kepadanya. Bersabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam  :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak ada fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah perempuan”. (HSR. Bukhory : no.4808, Muslim : no.2740).

Tentunya kita bisa membayangkan betapa besarnya fitnah perempuan ini kepada manusia, jika kita memperhatikan sabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam yang menjelaskan bahwa ummat yang besar yaitu bani isroil hancur karena fitnah perempuan.

Dari Abi Sa’id Al Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda  :

فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Takutlah kalian terhadap fitnah dunia, dan takutlah kalian terhadap fitnahnya perempuan, karena awal kali fitnah yang menyebabkan kehancuran bani Isroil adalah fitnahnya perempuan”. (HSR. Muslim : no.2742).

Di dalam kitab-kitab tafsir (Tafsir Thobari, Tafsir Qurthuby, Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Hasyr ayat ke 16) disebutkan kisah Barseso (seorang ahli ibadah) yang membuktikan dahsyatnya fitnah wanita terhadap laki-laki.

Disebutkan bahwa Barseso adalah seorang ahli ibadah yang terkenal di kalangan Bani Isroil, pada suatu waktu datang tiga orang bersaudara kepadanya di tempat ibadahnya (kuil) bermaksud menitipkan saudari perempuannya tinggal di kuil sang rahib Barseso ini karena mereka bertiga ingin pergi berjihad. Maka pergilah tiga orang bersaudara tersebut setelah saudarinya diperkenankan sang rahib untuk tinggal di kuilnya.

Awal-awal keberadaan wanita tersebut, sang Rohib tidak begitu memperdulikannya, akan tetapi senantiasa syaithon terus menggodanya sehingga sang rohib mulai melakukan pendekatan–pendekatan sampai akhirnya terjatuh dalam perzinaan. Kemudian karena takut kejahatannya terbongkar, dan takut jatuh martabatnya di hadapan masyarakatnya, maka sang rahib membunuh perempuan tersebut dan memakamkannya ditempat yang aman dari pandangan manusia.

Kemudian syaithon datang kepada tiga saudara wanita tadi di dalam mimpi mereka, memberitahukan semua kejadian yang dilakukan Barseso, maka terbongkarlah peristiwa tersebut, digantunglah Barseso diatas tiang salib, lalu datang iblis kepadanya menjanjikan pertolongannya akan tetapi dengan syarat Barseso mau bersujud kepada Iblis tersebut walaupun cuma satu kali sujud saja. Setelah Barseso bersujud kepada Iblis tersebut ternyata Iblis tidak mau menolongnya juga sehingga akhirnya Barseso mati ditiang gantungan dalam keadaan kafir kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  ….

Mari kita merenungi sejenak kisah yang memilukan ini, seorang ahli ahli ibadah beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  selama kurang lebih tujuh puluh tahun, senantiasa berpuasa sampai terkadang puasa wisol/ tidak berbuka selama sepuluh hari,  orang yang menjadi panutan dan tempat kepercayaan bagi kaumnya, sampai di dalam kitab Faidhul Qodir penulisnya Imam Munawi mengatakan bahwa Barseso ini mempunyai murid enam puluh ribu orang, akan tetapi ahli ibadah  ini harus menelan kemalangan di dunia dan di akhirat, mati di dalam kekufuran hanya karena mengikuti langkah-langkah syaithon yang memfitnahnya melalui seorang perempuan.

Lalu bagaimana kiranya dahsyatnya fitnah perempuan ini kepada orang  lain selain Barseso? Bagaimana fitnah syaiton kepada masyarakat yang jauh dari pada kehidupan agama, tidak diketahui agamanya muslim atau kafir kecuali jika masuk masjid atau gereja? Masyarakat yang menganggap membuka aurat ada suatu perkara yang terhormat, sedangkan menutupnya adalah perkara yang cela, masyarakat yang membiarkan wanita keluar masuk plaza, mall atau tempat kerja berbicara dan bercanda dengan siapa saja tanpa ada perasaan berdosa? Masyarakat yang mendidik semua penyimpangan syariat Islamiyyah sejak kecil dibangku sekolah ataupun tempat kuliah? dan yang lain-lainya dari penyimpangan syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala.


Ya Alloh, sesungguhnya Kami berlindung kepada-Mu dari semua fitnah dan musibah yang akan menimpa kami karena perbuatan orang-orang bodoh diantara kami -.


Oleh karena itu sangat bijaksana sekal -dikarenakan Fitnah yang sangat berbahaya ini-, jika Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menasehatkan para pemuda yang mempunyai kemampuan untuk segera menikah sebagaimana di dalam hadits Ibnu Masud Rodhiyallohu ‘Anhu yang masyhur :

قَالَ لَنَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم  يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْه.

“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada kami : Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang mampu untuk menikah maka hendaknya segeralah menikah, karena sesungguhnya pernikahan tersebut lebih bisa menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan, barang siapa yang tidak mampu (untuk menikah) maka hendaknya dia berpuasa karena puasa tersebut bisa melemahkan syahwatnya”. (HSR. Bukhory : no.4478, Muslim : no . 1400).


5. Orang yang menikah telah menyempurnakan sebagian daripada agamanya.


Dari Anas Bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ;\’Alaihi wa Sallam:

إذا تزوج العبد، فقد استكمل نصف الدين، فليتق الله فيما بقي

“Jika seorang hamba telah menikah, maka sesungguhnya dia telah menyempurnakan sebahagian dari pada agamanya, maka hendaknya dia bertakwa kepada Alloh (untuk menyempurnakan) sisanya (yakni setengahnya yang lain)”.

Di dalam riwayat yang lain :

من رزقه الله امرأة صالحة، فقد أعانه على شطر دينه، فليتق الله في الشطر

“Barang siapa yang Alloh berikan rizki kepadanya wanita yang sholihah, maka sesungguhnya Alloh telah menolong separuh dari pada agamanya, maka hendaknya dia bertakwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk menyempurnakan sisa setengahnya”. (HSR.Thobrany, disohihkan Syaikh Al Albany di Silsilah Ahadits Shohihah :2/202).


6.  Pernikahan merupakan sebab dilapangkannya rizki seseorang.


Setiap amal ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah pintu dari pada pintu-pintu rizki, berdasarkan dalil yang sangat banyak sekali dari Al Qur’an dan sunnah nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam karena kebaikan atau amal ketaatan tidaklah akan mendatangkan kepada pelakunya kecuali kebaikan pula.

هَلْ جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ

“Tidaklah balasan dari pada suatu kebaikan kecuali kebaikan pula “. (QS Ar-Rahman 60)

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu:

لاَ يَأْتِي الخَيْرُ إِلَّا بِالخَيْرِ

“Tidaklah mendatangkan kebaikan kecuali kebaikan pula” . (muttafaqun ‘alaih).

Duhai seandainya pemuda dan pemudi muslimin  mengetahui hal yang seperti ini dan mengimaninya dengan keimanan yang kokoh, tentu akan tenang jiwa mereka, tidak gundah gulana hati mereka ketika syaiton yang terlaknat menampakkan kemiskinan dipelupuk mata mereka, senantiasa menakuti-nakutinya dengan kehidupan yang susah, jika menanggung nafkah anak dan istrinya ketika menikah, sehingga mereka mengambil jalan pintas untuk melampiaskan syahwatnya dengan mengikuti bisikan syaithon, menjatuhkan dirinya kedalam perbuatan hina, berzina kemudian membuang anaknya dijalan-jalan atau kolong jembatan, atau menitipkannya di panti asuhan. Wallohul Musta’an

Sungguh benar Alloh Subhanahu wa Ta’ala ketika berfirman di dalam ayat-Nya yang mulia:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا

“Syaithon menjanjikan/menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian untuk berbuat keji, sedangkan Alloh menjanjikan kepada kalian ampunan-Nya dan segala keutamaan ”. (QS Al-Baqoroh 289)

Perhatikanlah kalimat ﯞ karena sesungguhnya ia adalah kalimat dalam bentuk nakiroh. Di dalam bahasa kaidah bahsa arab, kalimat dalam bentuk nakiroh maknanya adalah umum. Artinya semua keutamaan tercakup dalam kalimat ini, baik keutamaan dunia seperti ilmu, rizki, kesehatan, dan lain sebagainya ataupun keutamaan akhirat yaitu mendapatkan jannah dan seisinya.

Diantara dalil yang menunjukkan janji Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yang menikah untuk dilapangkan rizkinya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِب

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan jadikan untuknya jalan keluar dari pada permasalahannya, dan Alloh akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang dia tidak menyangkanya.” (QS Ath Tholaq 2-3)

Tidak ragu-ragu lagi bahwa pernikahan masuk dalam kategori amal ketaatan. Adapun dalil yang khusus adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an, setelah Alloh Subhanahu wa Ta’ala  memerintahkan orang-orang yang membujang dari kalangan laki-laki atau perempuan agar segera menikah, maka Alloh menjanjikan kepada mereka jalan rizki yang lapang dalam firman-Nya :

إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Jika mereka miskin maka Alloh akan memberikan kekayaan kepada mereka dengan karunia-Nya”. (QS An-Nur 32)

Tentunya Alloh Subhanahu wa Ta’alatidak akan menyelisihi janji-Nya. Maha Suci Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dari perbuatan dusta.

Oleh karena itu Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits sohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (no.9631) dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘Anhu   :

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى الله عَوْنهم: النَّاكِحُ يُرِيدُ الْعَفَافَ، والمكاتَب يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالْغَازِي فِي سَبِيلِ الله

“Tiga golongan yang pasti Allohakan menolongnya : Orang yang ingin menikah dalam rangka menjaga kehormatannya, budak yang ingin memerdekakan dirinya, dan orang yang brjihad di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’ala”.

Wahai kaum muslimin tentunya engkau akan sependapat dengan kami, jika engkau mempunyai dua anak, salah satunya berbakti kepadamu, menuruti perintahmu dan mendengar ucapanmu, sedangkan yang lainnya mempunyai sifat yang sebaliknya, suka membangkang kepadamu, tidak mau peduli terhadap petuah dan nasehatmu, tentu engkau akan lebih memperhatikan kehidupan anakmu yang berbudi baik tadi dibandingkan anak yang perangainya jelek tadi !

Kalau ini adalah kondisi yang ada pada manusia, apakah engkau mengira bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkan hamba-Nya yang muslim, taat beribadah kepadanya menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, hidup dalam kesengsaraan ataupun kemalangan, sementara orang kafir atau orang –orang yang melakukan semua bentuk kemaksiatan, dari dosa yang paling besar sampai dosa yang paling kecil, diberi kemewahan dunia dan seisinya?

Tentu hal ini adalah suudzhon (persangkaan jelek) kepada keadilan Alloh Ta’ala!

Tentu hal ini adalah perbuatan dholim yang tidak pantas dilakukan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memuliakan orang yang terlaknat dan menyengsarakan orang yang taat. Maha suci Alloh Subhanahu wa Ta’ala dari sifat yang demikian.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

“Robb-mu itu tidak akan berbuat dholim kepada seorangpun”. (QS Al-Kahfi 49)

Wahai saudaraku seiman dan seagama tanamkanlah dalam diri kita aqidah yang sohih seperti ini, dalil-dalil dalam permasalahan ini sangat banyak sekali dari Al Qur’an dan sunnah Nabi kita, kalaulah bukan karena sempitnya ruang dan masa tentu akan kami sebutkan satu persatu bersama ucapan para ulama, akan tetapi kami berharap mudah-mudahan yang sedikit ini cukup bagi kita untuk segera menjawab seruan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan berharap kepada-Nya agar kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang mendapatkan keutamaan-keutamaan-Nya, dan sebaliknya kita akan menjauh dan membuang janji-janji palsu syaithon yang menakut-nakuti manusia akan terjatuh dalam jurang kemiskinan hanya karena engkau menikah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman jawablah panggilan Alloh dan Rasul-Nya jika mereka mengajak kepada perkara yang memberikan kehidupan hati kamu“. (QS Al-Anfal 24)


NIAT YANG BENAR DALAM MENIKAH


Setelah kita mengetahui bahwasanya pernikahan adalah ibadah yang agung, maka hendaknya kita tidak menodai ibadah yang suci ini dengan kotoran kesyirikan, yang menjadikan amalan sholih ini tidak barokah.

Wajib bagi kita untuk meluruskan niat kita agar senantiasa ikhlas kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala., karena barang siapa yang beramal karena sum’ah atau riya’ atau tujuan dunia yang lainnya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menggagalkan urusannya.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala  berfirman di dalam Al Qur’an :

وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا * كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا

“Mereka menjadikan selain Alloh sesembahan–sesembahan agar menjadi pelindungnya. Sekali-kali tidak akan terjadi yang demikian itu, bahkan kelak sesembahan-sesembahan itu akan mengingkari penyembahan tersebut dan akan menjadi musuh bagi para penyembahnmya”. (QS Maryam 81-82)

Di dalam hadits sohih Muslim (2987) dari Jundub bin Abdillah Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

مَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعِ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ

Syaikh Sholih Al-Utsaimin menjelaskan makna hadits ini (syarh Riyadhus Sholihin: 6/351): Barangsiapa yang beramal agar amalannya didengar atau dilihat oleh manusia agar mereka memujinya, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala  akan tampakkan aib-aibnya kepada manusia (sehingga mereka menjadi berbalik membencinya).

Oleh karena itu Syaikh Kami Al ‘Allamah Yahya Al-Hajury senantiasa menasehatkan agar seseorang ketika memilih jodohnya hendaknya mementingkan agama, ilmu dan kesholihan calonnya karena banyak orang yang mencari istri hanya melihat kecantikannya saja, atau kekayaannya saja ternyata Alloh Subhanahu wa Ta’ala balas dengan yang sebaliknya, istrinya menjadi durhaka kepadanya dan rusak urusan rumah tangganya.

Kiranya benar Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau bersabda :

فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Nikahilah wanita karena agama dan kesholihannya, sehingga kalian akan beruntung”.

Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam juga mengatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dalam kitab Sohihnya dari sohabat Abdulloh Bin Amr Bin Ash Rodhiyallohu ‘Anhuma:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia ini semuanya hanyalah perhiasan yang sementara, dan sebaik-baik perhiasan dunia ini adalah wanita yang sholihah”.

Niat yang berikutnya dalam pernikahan adalah dalam rangka menjaga kehormatan diri, mendapatkan keturunan yang sholih dan sholihah yang menjadi pengemban dakwah Islamiyyah.

Adalah suatu kepastian bahwa pendamping hidup dan keturunan yang sholih serta sholihah adalah nikmat yang menjadi dambaan setiap insan yang menginginkan kebahagian hidup di dunia dan di akhiratnya, dari kalangan para Nabi dan Rasul dan hamba-hamba Alloh yang sholih yang dirahmati-Nya. Bahkan kita dapati banyak orang jahat sekalipun mereka ingin agar anak dan istri mereka menjadi orang yang sholih dan sholihah tidak jahat sebagimana mereka.

Oleh karena itu banyak kita dapati doa para nabi di dalam Al-Quran, mereka meminta keluarga dan keturunan yang sholih atau sholihah.

Mari kita perhatikan doa Nabi Alloh Zakaria yang diabadikan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al qur’an :

قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا ^ وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا ^ يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

“Nabi Zakaria berdo’a kepada Robb-nya : Wahai Robbku, sesungguhnya telah lemah tulangku, dan telah beruban rambut kepalaku, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap orang yang akan mengurusi urusanku (dari pada perkara dakwah bukan perkara dunia) dari anak keturunan sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka berikanlah kepada kami anak keturunan yang akan mewarisiku (yakni: ilmu dan nubuwwah karena para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham) dan mewarisi keluarga Ya’qub, dan jadikanlah keturunanku tersebut orang yang Engkau Ridhoi”. (QS Maryam 4-6)

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ ^ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ

“Ingatlah tentang Nabi Zakaria ketika dia berdoa kepada Rob-Nya : “Wahai Robbku janganlah engkau biarkan aku hidup sendiri, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang memberikan keturunan. Maka Kami kabulkan doanya tersebut, dan kami karuniakan kepadanya anak yang bernama Yahya dan perbaiki ahlaq dari pada istrinya”. (QS Al-Anbiya’ 89-90)

Demikian juga nabi Ibrohim berdoa agar keturunannya menjadi orang yang sholih yang bertauhid kepada Alloh dan tidak berbuat syirik :

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ

“Jauhkanlah aku dan keturunanku daripada peribadahan terhadap berhala”. (QS Ibrohim 35)

Berdoa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  agar mendapatkan pasangan hidup serta keturunan yang sholih dan sholihah adalah akhlaq dan perangai orang-orang sholih yang dirahmati oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala,

Oleh karena itu Alloh Subhanahu wa Ta’ala  ketika menyebut sifat dari pada perangai hamba-hamba-Nya yang dirohmatinya yang dimasukkan oleh Alloh dalam jannah-Nya , Alloh sebutkan doa yang mereka panjatkan kepada Robb-Nya:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang-orang yang berkata: “Wahai Robb kami augerahkanlah kepada kami pasangan dan anak-anak kami sebagai penyejuk hati dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Furqon ayat 74)

Demikian hendaknya niat seseorang dalam melakukan ibadah yang agung ini, mencontoh para nabi dan Rasul serta orang-orang yang sholih.


SALAFUS SHOLEH DAN SEMANGAT MEREKA DALAM MENIKAH 


Salafusus sholeh adalah orang-orang yang terdepan dalam melakukan segenap kebajikan yang diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan Rasul-Nya,

Tidak ada pintu –pintu kebaikan yang diajarkan oleh Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ini kecuali mereka adalah orang yang paling bersemangat dan paling terdepan dalam melaksanakanya.

Demikian juga dalam pelaksanaan amalan yang mulia ini, kita dapati dalam sejarah kehidupan mereka ternyata mereka adalah orang yang paling bersemangat dalam mengamalkannya.

* Mari kita lihat Sahabat terbaik Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam Abu Bakar Rodhiyallohu ‘Anhu, sesungguhnya beliau menikahkan putrinya Aisyah yang baru berumur tujuh tahun kepada Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam yang umurnya pada waktu itu sekitar lima puluh tahun.(HSR.Muslim : no.1422).

* Demikian juga Umar Rodhiyallohu ‘Anhu  ketika beliau menjadi kholifah (umurnya pada waktu itu sekitar lima puluhan tahun) beliau meminang Ummu Kultsum putri Ali Bin Abi Tholib Rodhiyallohu ‘Anhu  , maka Ali Bin Abi Tholib berkata : “Aku akan antar putriku kepadamu, jika engkau ridho/ terima maka dia menjadi istri kamu“. Maka diantarlah Ummu Kultsum tersebut kepadanya, kemudian Umar berkata: “Ya, saya ridho dengannya “.

Kemudian setelah itu dilakukan walimah pernikahannya dalam keadaan Ummu Kultsum masih bermain-main dengan anak-anak kecil sebayanya. (Lihat Mushonnaf Abdurrazzaq Bin Hammam As-Son’any 6/ 163).

* Hafshoh Rodhiyallohu ‘Anha putri dari pada Umar Rodhiyallohu ‘Anhu telah menjadi janda ketika umurnya delapan belas tahun, ketika selesai masa iddahnya maka Umar Bin Khottob segera menemui Utsman Bin Affan dan berkata: “Jika engkau mau, aku akan menikahkan kamu dengan putriku Hafsoh”. Ternyata Utsman waktu itu belum bersedia untuk berpoligami (menikah lebih dari satu istri) sehingga dia menolak tawaran Umar.

Kemudian Umar datang kepada Abu Bakar berkata sebagaimana perkataannya kepada Utsman Rodhiyallohu ‘Anhu, akan tetapi dia diam saja tidak menjawab pertanyaan Umar, sampai akhirnya beberapa hari kemudian Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menikahi Hafsoh.

Setelah itu Abu Bakar berkata kepada Umar: “ mungkin engkau marah ketika aku tidak menjawab tawaran kamu, yang demikian itu aku lakukan karena aku tahu bahwa Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menginginkan Hafsoh, kalau seandainya belum tidak menikahinya tentu aku akan segera menikahinya “. (HSR. Al Imam Bukhory dari Ibnu Umar Rodhiyallohu ‘Anhu)

* Imam Bukhory di dalam Sohihnya  (Kitab Syahadat) menukil perkataan Imam Hasan Bin Sholih Rahimahuloh bahwa beliau berkata : “ Aku bertemu seorang perempuan yang sudah menjadi nenek (mempunyai cucu) padahal umurnya baru dua puluh satu tahun”.

* Di dalam kitab Siyar A’lamun Nubala’ (jilid 5/hal :132, penulis : Al Imam Adz Dzahabi) pada biografi tabiin yang mulia Said Bin Musayyib (penghulu dari pada ulama Madinah di zamannya): “Berkata Al Imam Abu Bakar Bin Abu Daud bahwasanya dahulu Kholifah Abdul Malik meminta kepada Sa’id Bin Musayyib untuk menikahkan putrinya dengan pangeran Al Walid putera dari pada  Kholifah Abdul Malik, akan tetapi permintaan kholifah tersebut senantiasa ditolak oleh Said Bin Musayyib, sampai akhirnya sang kholifah mengambil tindak kekerasan, mencambuk Said Bin Musayyib dengan seratus cambukan, kemudian menyiramnya dengan segantang air dan memakaikan kepadanya baju wool.

Lihatlah bagaimana keteguhan seorang ulama panutan manusia di zamannya, tidak mau menikahkan putrinya dengan seorang yang kaya raya dari keluarga raja calon dari pada kholifah sepeninggal bapaknya, karena takut anaknya terfitnah dengan dunia dan gemerlapnya kehidupan istana sehingga lupa terhadap peribadahan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala .

Tidak sampai di situ kehebatan ulama yang dikenal pandai dalam mentakwilkan mimpi, yang merupakan menantu dari sahabat utama Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu  ini, akan tetapi orang akan semakin takjub lagi ketika mengetahui bahwa putrinya yang sholihah tersebut ia nikahkan dengan seorang muridnya yang telah menduda lagi tidak berharta hanya dengan mahar dua atau tiga dirham.

Berkata Ibnu Abi Wada’ah mengkisahkan pernikahannya dengan putri Sa’id Bin Musayyib Rahimahulloh: Aku biasa hadir di majlisnya Sa’id Bin Musayyib, kemudian aku absen beberapa hari, maka ketika melihatku beliau bertanya kepadaku: di mana kamu selama ini? Aku menjawab : Sesungguhnya istriku telah meninggal.

Berkata Sa’id : kenapa engkau tidak memberitahu kepadaku sehingga aku bisa menghadiri jenazahnya?. kemudian beliau bertanya lagi kepadaku: Apakah engkau sudah mendapatkan istri penggantinya?.

Aku menjawab: “Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu, siapa kira-kiranya orang yang mau menikahkan anaknya dengan aku (seorang yang hanya mempunyai uang dua atau tiga dirham saja)?

Maka berkata Sa’id Bin Musayyib : Aku.

Aku berkata : Betul, engkau akan menikahkan aku dengan anakmu?

Berkata Sa’id : Iya, betul.

Kemudian beliau mengucapkan hamdalah, lantas menikahkan dengan putrinya dengan mahar dua dirham atau kurang.

Setelah itu akupun pulang kerumahku sambil terus berfikir kepada siapa aku harus berhutang?

Kemudian aku solat maghrib dan pulang kerumahku, makan buka puasa sampai akhirnya ada orang yang mengetuk pintu rumahku … ternyata beliau adalah Said bin Musayyib, datang dengan membawa putrinya untuk diserahkan kepadaku.

Aku Berkata : Wahai Abu Muhammad, kenapa engkau tidak menyuruh orang saja memanggilku sehingga aku bisa datang ke rumahmu?

Berkata Said : Tidak, bahkan engkau yang lebih berhak untuk di datangi.

Ibnu Abi Wada’ah berkata : ternyata putrinya tersebut adalah orang yang paling cantik, paling mengetahui makna dari pada Al Qur’an dan sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, serta paling memahami hak-hak suami.!!!

Satu bulan kemudian Sa’id menanyakan kondisi anaknya dan mengirimi kepadaku uang dua puluh ribu dirham!!!!

*     *    *

Dari hadits dan atsar-atsar diatas, kita bisa mengetahui bagaimana semangat para salaf dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala serta menjaga kehormatan diri mereka agar tidak terjatuh ke dalam kemaksiatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan segera melaksanakan pernikahan yang syar’i.

Mereka adalah orang-orang yang zuhud terhadap dunia sehingga tidaklah menikahkan putrinya hanya karena harta dunia atau diploma, yang terpenting bagi mereka dalam menikahkan putrinya adalah ilmu dan ketakwaan dari pada calon suaminya karena itulah tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka yang nantinya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Alloh Subhanahu wa Ta’ala .

Faedah yang lainnya dari hadits-hadita diatas adalah para salaf tidak memandang aib perbedaan umur yang jauh antara suami istri dalam suatu pernikahan, sekali lagi ukuran mereka dalam pernikahan adalah ilmu dan agama.

Faedah yang lainnya adalah dalam hadits-hadits tersebut ada bantahan terhadap orang-orang yang membatasi usia pernikahan dan melarang orang untuk menikah jika umurnya dibawah itu.

إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا

“Mereka tidaklah mengucapkan kecuali kedustaan saja“. (QS Al-Kahfi 5)

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

“Katakanlah wahai Muhammad: “Tunjukkan kepada kami bukti-bukti kebenaran ucapan kamu, jika engkau adalah orang-orang yang berkata benar!”. (QS Al-Baqoroh 111)

Jika mereka masih merasa benar terhadap penyimpangannya terhadap syariat Islam ini, maka kami mengharapkan mereka untuk mendatangkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah jika mereka merasa dirinya beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan hari akhir.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka Demi Robb Kamu (wahai Muhammad), mereka pada hakekatnya tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan di dalam hati mereka terhadap keputusan yang engkau putuskan tersebut, bahkan mereka menerimanya dengan lapang dada”. (QS An-Nisa’ 65)


PENUTUP

Sesungguhnya pernikahan adalah perkara yang sangat mulia dalam syariat Islam, yang mempunyai banyak adab dan hukum-hukum yang terkait dengannya, sikap berpaling dari syariat yang mulia ini karena ketakutan duniawi merupakan tasyabbuh kepada orang-orang kafir disamping pula akan melahirkan penyakit sosial yang membahayakan bagi kehidupan bermasyarakat dan dampak negatif lainnya yang sangat banyak.

Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa mau mendengar perkataan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya dan mengikutinya dengan sebaik-baiknya serta memberikan hidayah kepada kaum muslimin dan pemimpinnya untuk kembali berpegang teguh dengan syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala  dan sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam… Amin.

*     *    *
Sumber :http://www.ahlussunnah.web.id/pernikahan-tuntunan-syariat-dan-ketakutan-masyarakat#more-123


[1] Pandangan yang seperti ini adalah pandangan yang banyak ditemui pada sebagaian besar masyarakat awam di negerinya penulis, dan negeri-negeri Ajam (bukan Arob) /Arob yang terpengaruh dengan kebudayaan Barat, mereka menganggap pembicaraan tentang pernikahan adalah suatu yang tabu sedangkan di sisi lainnya mereka menganggap orang berpacaran atau punya wanita simpanan adalah suatu hal yang biasa – Naudzubillah min dzalik – .
Adapun di negeri Yaman, penulis mendapati budaya yang berbeda, negeri Yaman kebanyakan masyarakatnya menjaga keluarganya dengan adab-adab islamy, sehingga kebanyakan mereka antusias sekali dalam pelaksanaan pernikahan yang Islamy ini, sampai kita dapati dalam budaya mereka, anak-anak yang baru baligh segera dinikahkan oleh orang tua mereka atau bahkan mereka sendiri minta kepada orang tuanya tanpa rasa malu atau sungkan-sungkan.
[2] Adapun Nabi Isa ‘Alahis Salam beliau akan berkeluarga setelah turunnya dari langit untuk membunuh dajjal laknatullohu alaih dan menegakkan syariatnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

 
Welcome In My Blog "GENJUTSU SINGKEP" And ThankS For Visiting