Penulis : Muhammad Irham Ibnu Syarif Al Jawy
Semoga Alloh Ta’ala Mengampuni Dosanya
Ma’had Darul Hadits Dammaj – Yaman
بسم الله الرحمن الرحيم
MUQODDIMAH
إن الحمد لله ، نحمده ونستعينه
ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا
مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له،
وأشهد أن محمداً عبده ورسوله .
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا
اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ^ يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أما بعد،
Sesungguhnya diantara tanda berakhirnya
zaman adalah diangkatnya ilmu dan banyaknya kejahilan, banyak orang
minum khamr dan banyak terjadi perzinaan, jumlah laki-laki semakin
sedikit, sedangkan perempuan sangat banyak, sampai ditemukan seorang
laki-laki bertanggung jawab terhadap lima puluh orang perempuan.
Demikian bunyi makna dari pada hadits
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tersebut diatas, yang jika kita
memperhatikannya maka fitnah–fitnah tersebut kembali kepada dua sumber
dari segala macam fitnah yang membinasakan manusia; yaitu fitnah
syubuhat (kerancuan dalam berfikir) dan fitnah syahawat (mengumbar hawa
nafsu).
Fitnah syubhuhat meraja-lela karena
jauhnya orang daripada ilmu agama dan senangnya mereka terhadap
kebodohan, sementara fitnah syahawat tersebar karena tidak adanya
kesabaran mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa
Ta’ala .
Setelah kita mengetahui sebab dari dua penyakit ini maka kita bisa mengambil obatnya, agar kita selamat dari pada kemalangan.
Obat dari pada fitnah syubuhat adalah
memperkuat keimanan dengan mendalami ajaran agama sedangkan obat dari
pada fitnah syahawat adalah dengan bersabar menjalankan ketaatan kepada
Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan segala jenis kemaksiatan
kepada-Nya, sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون
“Kami jadikan mereka imam–imam yang
diikuti kaumnya dengan petunjuk Kami ketika mereka bersabar dan yakin
dengan ayat-ayat Kami “. (QS As-Sajadah 24)
Diantara perkara yang dapat membantu
seseorang berkonsentrasi dalam belajar ilmu agama dan memperkuat
keimanannya serta bersabar meninggalkan kemaksiatan kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala adalah pernikahan, karena dengan menikah seseorang
akan mendapatkan ketenangan jiwa, jika jiwa seseorang sudah tenang maka
akan tenang pula anggota badannya dalam melakukan ketaatan kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala karena hati merupakan motor bagi semua gerakan
anggota badannya sebagaimana dalam hadits Nu’man Bin Basyir Rodhiyallohu
‘Anhu.
Perkara sebaliknya, jika seseorang
berpaling dari tuntunan syar’i ini yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala
jadikan sebagai fitroh pada setiap manusia yang dewasa, maka kecil
kemungkinan ia akan selamat dari pada was-was syaithon untuk terjatuh
dari pada cabang-cabang perzinaan yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala
takdirkan atas semua bani Adam, yang tidak ada satupun dari manusia
yang bisa selamat darinya kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Alloh
Subhanahu wa Ta’ala.
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ
نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ
زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ،
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ،
وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى،
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ .
“Telah ditakdirkan kepada Bani Adam
bagiannya dari pada zina, mereka akan menemuinya dan tidak akan bisa
menghindarinya, Dua mata zinanya adalah dengan melihat apa yang di
haramkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan dua telinga zinanya adalah
dengan mendengar, dan mulut /lisan zinanya melalui pembicaraan,
sedangkan tangan zinannya adalah dengan memegang, kaki zinanya adalah
dengan berjalan sedangkan zinanya hati adalah dengan berfikir dan
berangan-angan, dan kemaluan yang membenarkan semua itu atau
mendustakannya”.) HSR.Bukhory: no.5889, Muslim : no.2657).
Namun sangat disayangkan kenyataan yang
kita dapati pada masyarakat kita, kebanyakan mereka memandang dua
perkara penting diatas (yaitu ; tolabul ilmi syar’i dan pernikahan)
dengan pandangan negatif, sehingga jangan heran jika mereka banyak
terjatuh kepada penyimpangan-penyimpangan dari pada syariat penciptanya,
Alloh Subhanahu wa Ta’ala .
Kebanyakan mereka menganggap menuntut
ilmu syar’i sebagai jalan menuju masa depan yang suram, tidak
menjanjikan kemuliyaan, atau kekayaan dunia atau minimalnya kehidupan
yang mapan. Mereka lupa atau pura – pura lupa bahwa generasi awal ummat
Islam ini menaklukkan Romawi dan Persia menyebarkan agama Islam ke
seluruh penjuru dunia bukan dengan diploma dari Universitas Britonia
atau Amerika, akan tetapi dengan sebab keimanan dan ketakwaan serta
keadalam ilmu mereka terhadap syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :
وَعَدَ اللَه الَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ
كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُم وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
“Alloh menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman diantara kalian dan beramal sholeh untuk menjadi
kholifah-kholifah (penguasa) dimuka bumi ini sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Alloh
akan menguatkan untuk mereka agamanya yang telah diridhoi-Nya dan Dia
akan mengganti ketakutan mereka menjadi aman dan sentosa “. (QS An-Nur
65)
Demikian juga sikap mereka terhadap
syariat pernikahan islami yang penuh keindahan dan kebahagian,
kebanyakan mereka karena jauhnya dari tuntunan agama Islam yang sempurna
ini, memandang bahwa pernikahan adalah suatu ikatan yang mengekang
kebebasan bagi kehidupan mereka atau menjatuhkan mereka ke dalam jurang
kemiskinan atau melanggar emansipasi wanita dan lain sebagainya[1].
Sehingga jangan heran jika kita dapatkan diantara mereka lebih suka
mengambil jalan pintas melampiaskan syahwatnya dengan cara tidak
terhormat supaya lepas dari pada tanggung jawab (menurut anggapan
mereka).
Kondisi semakin runyam ketika Bapak
aparatur pemerintah –semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan
hidayah kepada mereka– melarang laki-laki atau perempuan untuk melakukan
pernikahan yang resmi kecuali jika sudah mencapai umur tertentu
(minimal tujuh belas tahun atau batasan-batasan yang lainnya), sementara
di sisi lain mereka membuka fasilitas-fasilitas yang memudahkan
hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang diharomkan, seperti
sekolahan, perkantoran atau tempat lainnya daripada lapangan pekerjaan,
bahkan tidak sungkan-sungkan memberikan perijinan untuk diskotik atau
tempat pelacuran. Wallohul Musta’an.
Tentunya perkara–perkara yang seperti
ini semakin menjadikan masyarakat jauh dari pada ajaran Islam yang suci
yang menganjurkan ummatnya untuk segera menikah dini dalam rangka
menjaga kehormatan diri dan menyelamatkan diri dan keluarga dari pada
dahsyatnya fitnah di akhir masa. Mudah-mudahan tulisan kami ini
bermanfaat bagi kaum muslimin untuk mendapatkan secercah cahaya penerang
kembali kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan syariat-Nya menuju
kehidupan yang berbahagia di kehidupan dunia dan akhirat. Amin.
HIKMAH DARI PADA PENCIPTAAN MANUSIA ADALAH
UNTUK BERIBADAH KEPADA ALLOH SUBHANAHU WA TA’ALA
Alloh berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah AKu ciptakan Jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah hanya kepada-Ku”. (QS Adz-Dzariyat 56)
Dari ayat yang mulia di atas kita bisa
mengetahui bahwasanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan jin dan
manusia di dunia ini adalah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya.
MAKNA DARI PADA IBADAH
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh menjelaskan makna Ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyyah (hal:44) :
الْعِبَادَة هِيَ اسْم جَامع لكل مَا يُحِبهُ الله ويرضاه من الْأَقْوَال والأعمال الْبَاطِنَة وَالظَّاهِرَة.
“Ibadah adalah suatu nama yang mencakup
semua perkara yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala baik perkara
tersebut berupa ucapan dan perbuatan yang tampak atau yang tersembunyi
”.
Adapun kaidah atau cara untuk mengetahui
suatu perkara dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala atau tidak maka
bisa kita pahami dari kaidah : semua perkara yang diperintahkan oleh
Alloh Subhanahu wa Ta’ala maka perkara tersebut adalah dicintainya,
karena Alloh tidak memerintahkan suatu perkara kecuali perkara tersebut
dicintainya….
Dalil kaidah ini adalah berfirman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya :
قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ
“Katakanlah Wahai Muhammad: Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak memerintahkan perkara yang keji…”. (QS Al-A’rof 28)
Demikian juga Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ
“Katakanlah Wahai Muhammad: Robb-ku memerintahkan perkara yang adil…”. (QS Al-A’rof 29)
Demikian juga firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
“Sesungguhnya Alloh memerintahkan
perbuatan yang adil, dan kebaikan, dan memberikan sodaqoh kepada karib
kerabat, serta mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar serta
aniaya (kedholiman)…”. (QS An-Nahl 90)
Contoh dari perkara ibadah tersebut
sangat banyak, rukun islam yang lima adalah ibadah, karena semua perkara
tersebut dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala, demikian juga rukun
iman yang enam dan segala amal soleh seperti jihad, sodaqoh,
silaturahmi, menuntut ilmu agama semuanya juga adalah ibadah yang
dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
MENIKAH ADALAH BAGIAN DARI PADA IBADAH
Diantara sekian banyak ibadah yang
dicintai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang lainnya adalah pernikahan
karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hambanya untuk
melakukan perkara ini sebagaimana dalam firmannya :
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
“Maka nikahilah wanita yang kalian senangi …” (QS An-Nisa’ 3)
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
“Wahai para pemuda, barang siapa
diantara kalian yang mampu untuk menikah maka hendaknya segeralah
menikah….” (HSR. Bukhory : no.4478, Muslim : no . 1400).
Dari sini kita mengetahui dengan pasti
bahwa pernikahan adalah suatu ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
HIKMAH DARI PADA PERNIKAHAN
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan
manusia menjadi dua jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan tabiat
satu jenis untuk condong dan mencintai kepada jenis yang lainnya
kecuali orang yang sudah rusak fitrohnya.
Dengan tabiat ini Alloh Subhanahu wa
Ta’ala menjadikan sebab berlangsungnya keturunan Bani Adam untuk
mewarisi bumi sampai hari kiamat sehingga tercapai hikmah yang Alloh
Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dari penciptaan langit dan bumi beserta
isinya ini yakni agar manusia beribadah kepada Alloh sahaja dan tidak
mensekutukannya dengan suatu apapun.
PERNIKAHAN MERUPAKAN SUNNAHNYA PARA ROSUL
Tidaklah Alloh Subhanahu wa Ta’ala
mengutus Nabi dan Rasul-Nya ke muka bumi ini (dari nabi Adam sampai
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam)[2]
kecuali Alloh Subhanahu wa Ta’ala ciptakan bagi mereka istri dan anak
keturunan yang menjadi penenang jiwanya dan penyejuk pandangannya, serta
pewaris ilmu dan dakwah tauhid mereka kepada manusia, sebagaimana yang
difirmankan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an :
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Sungguh telah Kami utus Rasul-Rasul sebelum kamu dan Kami ciptakan untuk mereka istri-istri dan keturunan”. (QS Ar-Ra’ad 38)
Dari ayat ini kita mengetahui bahwa
pernikahan merupakan sunnah dari para Rasul, tidaklah mengingkari sunnah
ini dan mencelanya serta menganggapnya sebagai perkara yang aib kecuali
orang–orang jahiliyyah atau orang–orang kafir yang sudah rusak
fitrohnya, atau orang nasroni yang meyakini kependetaan (rohbaniyyah)
serta sebagian ahlul bid’ah dari kalangan sufiyyah yang ekstrim.
Syaikh Sa’di Rahimahulloh menjelaskan
makna dari pada ayat ini di dalam kitab tafsirnya (419): “ Engkau wahai
Muhammad bukan rasul yang pertama kali yang diutus oleh Alloh Subhanahu
wa Ta’ala kepada manusia sehingga mereka merasa aneh dengan risalah
yang engkau bawa, bahkan sungguh telah Kami utus Rasul-Rasul sebelummu
dan Kami ciptakan untuk mereka istri-istri dan keturunan, maka tidak
bisa musuh-musuh kamu itu mencelamu hanya karena engkau mempunyai istri
dan anak keturunan sebagaimana saudara-saudara kamu dari para rasul yang
sebelummu, bagaimana bisa mereka mencela kamu karena sebab ini
sementara mereka mengetahui bahwa Rasul-Rasul sebelum kamu juga
mempunyai istri dan keturunan…..”. Hal yang senada juga dikatakan oleh
Imam Ibnu Katsir Rahimahulloh dalam tafsirnya pada penjelasannya
terhadap ayat di atas (lihat tafsir ibnu katsir : 7 :158).
Dari penjelasan para mufassirin (ahli
tafsir) diatas tersirat makna sebab dari pada diturunkannya ayat ini,
yaitu bahwasanya orang-orang kafir menentang risalah Rosululloh karena
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkeluarga, menikahi wanita,
mempunyai anak keturunan, makan dan minum serta berbelanja di pasar
untuk memenuhi kebuRobb sehariannya dan lain sebagainya dari sifat-sifat
manusia.
Orang-orang kafir tersebut berkata:
Seandainya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam betul-betul sebagai
utusan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kenapa beliau tidak diutus dari
kalangan malaikat? Kenapa juga beliau membutuhkan hal-hal duniawi yang
tersebut diatas?
Mari kita simak syubhat-syubhat mereka yang disebutkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya yang mulia :
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ
يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ
إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا ^أَوْ
يُلْقَى إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا
وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
“Orang-orang kafir itu berkata: “Mengapa
rasul ini memakan makanan dan berjalan dipasar-pasar? Mengapa tidak
diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan
peringatan bersama-sama dengan dia? Atau mengapa tidak diturunkan
kepadanya perbendaharaan harta atau kebun buah yang indah sehingga dia
dapat makan darinya setiap saat ?” Bahkan orang-orang dholim itu berkata
: “Kamu sekalian hanyalah mengikuti laki-laki yang kena sihir”. (QS
Al-Furqon 7-8)
Demikian sikap orang-orang kafir yang
menentang dakwah para nabi yang mulia ini, oleh karena itu Syaikh kami
Al ‘Allamah Yahya Al Hajury –semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala
menjaganya– menegaskan berdalilkan ayat-ayat Al-Quran diatas bahwa
pernikahan adalah sunnah para Rasul, kebencian terhadap perkara ini
adalah sunnah jahiliyyah.
Dalil lainnya yang menguatkan tentang
hal ini adalah apa yang datang dari pada hadits sohih yang diriwayatkan
oleh Al Imam Al Bukhory dan Muslim dalam kitab sohih keduanya dari
shohabat Anas Rodhiyallohu ‘Anhu: Bahwasanya datang tiga orang dari
sohabat Rasululloh Shollallohu ‘Alaihis Salam kepada rumah dari pada
istri-istri beliau, mereka bertanya tentang bagaimana ibadahnya
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, setelah diberitahu tentang
ibadah beliau, maka mereka merasa tidak ada apa-apanya ibadah mereka
dibandingkan dengan ibadah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam,
mereka berkata : Ternyata ibadah kita tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan ibadah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, padahal beliau
adalah orang yang sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lampau dan
dosa-dosanya yang akan datang.
Maka salah seorang diantara mereka
mengatakan: “Aku akan sholat malam terus dan tidak akan tidur”, yang
lainnya lagi berkata : “Adapun aku akan puasa terus dan tidak akan
berbuka”, yang lainnya lagi berkata: “Aku akan hidup menyendiri dan
tidak akan menikah dengan perempuan”.
Ketika mendengar ucapan tiga orang ini,
maka keluar Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan kepada
mereka: “Kalian yang berkata demikian dan demikian …, Sesungguhnya aku
adalah orang yang paling takut kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan
paling bertaqwa diantara kalian, akan tetapi aku sholat malam dan tidur,
demikian juga aku berpuasa dan berbuka serta aku menikahi para wanita,
barang siapa yang benci terhadap sunnahku maka dia bukan golongan kami.
Berkata Imam Ibnu Hajar Rahimahulloh
(Fathul Bary :9/105): “Yang dimaksud sunnah disini adalah jalan hidup
beliau. Adapun makna dari pada sabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam: Bukan dari pada golongan kami adalah bukan bagian dari pada
ummat kami (artinya keluar dari pada agama islam menjadi orang kafir)
jika mereka melakukan hal tersebut karena keyakinan (i’tiqod) ingin
memberatkan diri dan berpaling dari pada sunnah Rasululloh Shollallohu
‘Alaihi wa Sallam atau menganggap bahwa hal itu lebih baik daripada
sunnahnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam..
Akan tetapi jika mereka melakukannya
karena ta’wil maka hal ini tidak mengeluarkan mereka dari pada
keislaman.(selesai penukilan dengan sedikit perubahan).
RASULULLOH SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WA SALLAM MELARANG SESEORANG UNTUK HIDUP MEMBUJANG
Diriwayatka oleh Al Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dengan sanad yang sohih, dari Anas Bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu :
كَانَ رَسُولُ اَلله صلى الله عليه وسلم
يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا ,
تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ. إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ
اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ .
“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam dahulu senantiasa memerintahkan untuk menikah dan melarang
daripada hidup membujang dengan larangan yang sangat, beliau bersabda:
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan yang subur
keturunannya, karena sesungguhnya aku sangat membanggakan banyaknya
jumlah kalian dihadapan para Nabi nanti di hari kiamat”.
Imam Bukhory (no.4786) dan Muslim (no.1402) meriwayatkan dari Sa’ad Bin Abi Waqqosh Rodhiyallohu ‘Anhu :
رَدَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم
عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ رضي الله عنه التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ
لَهُ لَاخْتَصَيْنَا.
“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam menolak keinginan Utsman Bin Madh’un untuk hidup membujang, kalau
seandainya diperbolehkan tentu kami akan melakukannya”.
Di dalam riwayat yang sohih yang
lainnya: beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menolak enam sohabat yang
menginginkan untuk hidup membujang dengan tujuan agar konsentrasi dalam
berjihad dan beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Nama para sohabat tersebut disebutkan Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Sohih Bukhory : (9/105).
KEUTAMAAN MENIKAH
Dari penjelasan diatas kita mengetahui
bahwa pernikahan merupakan ibadah yang dicintai oleh Alloh Subhanahu wa
Ta’ala . Sudah merupakan ketetapan di dalam kaidah Fikhiyyah Islamiyyah
bahwasanya setiap perkara yang diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa
Ta’alapasti disana mengandung kemaslahatan bagi pelakunya, dan
sebaliknya bahwa setiap perkara yang dilarangnya pasti terkandung bahaya
bagi yang melanggarnya.
Adapun keutamaan pernikahan sangat
banyak sekali berdasarkan dalil-dalil daripada Al Qur’an dan
hadits-hadits Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam , diantara
keutamaan tersebut adalah :
1. Pernikahan mendatangkan ketenangan jiwa
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا
“Dialah Dzat yang menciptakan kalian
dari jiwa yang satu dan menciptakan dari jiwa tersebut istri sebagai
pasangannya agar merasa tenang kepadanya ”. (QS Al-A’raf 189)
Ini adalah hukum Alloh Subhanahu wa
Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya yang tidak ada seorangpun yang bisa
merubahnya sampai berakhirnya kehidupan dunia. Oleh karena itu kita
dapati kebanyakan manusia, walau berapapun kekayaan yang dimilikinya
atau tingkat pendidikannya atau strata sosial di hadapan masyarakatnya,
tidak akan merasa tenteram kehidupannya atau puas dan tenang hatinya
sampai dia memiliki pasangan hidup dan keturunan yang menyejukkan
pandangannya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
“Dijadikan indah pandangan manusia dengan kecintaan kepada para wanita dan anak keturunan ….“. (QS Ali ‘Imon 14)
Manusia terbaik, Kholilulloh Subhanahu
wa Ta’ala Muhammad Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengakui
sendiri bahwa beliau tidak bisa terlepas dari fitroh ini (yaitu
mencintai wanita), lihatlah bagaimana sabda beliau dalam haditsnya yang
sohih yang diriwayatkan oleh Al Imam An-Nasa’I (no.3940) dari Anas
Rodhiyallohu ‘Anhu :
حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ وَالطِّيب
“Dijadikan dalam hatiku kecintaan kepada para wanita dan minyak wangi …”.
2. Pernikahan mendatangkan rohmat dan kasih sayang diantara suami istri.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia
menciptakan untuk kamu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang ”. (QS Ar-Rum 21)
Di dalam hadits yang disohihkan Syaikh
Al-Albany Rahimahulloh di kitabnya Silsilah Sohihah (2/196), Rasululloh
Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لم ير للمتحابين مثل النكاح
“Tidak di ketahui orang yang saling mencintai sebagaimana kecintaan antara pasangan suami istri”.
3. Pernikahan menjadikan kuatnya tali silaturrahmi
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا
“Dialah Dzat yang menciptakan manusia
dari pada air dan menjadikan dari mereka keturunan dan hubungan
kekeluargaan”. (QS Al-Furqon 45)
Kita telah mengetahui kuatnya
silaturrahmi mendatangkan luasnya rizki, dan memanjangkan umur
sebagaimana dalam hadits sohih dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu. no.5639,
Muslim : no.2557) .
4. Pernikahan menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan diri
Fitnah wanita terhadap laki-laki
sangatlah berbahaya, karena syaithon senantiasa menghias-hiasi perempuan
dari berbagai arah agar laki-laki tergoda kepadanya. Bersabda
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam :
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidak ada fitnah sepeninggalku yang
lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah perempuan”. (HSR. Bukhory
: no.4808, Muslim : no.2740).
Tentunya kita bisa membayangkan betapa
besarnya fitnah perempuan ini kepada manusia, jika kita memperhatikan
sabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam yang menjelaskan bahwa
ummat yang besar yaitu bani isroil hancur karena fitnah perempuan.
Dari Abi Sa’id Al Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Takutlah kalian terhadap fitnah dunia,
dan takutlah kalian terhadap fitnahnya perempuan, karena awal kali
fitnah yang menyebabkan kehancuran bani Isroil adalah fitnahnya
perempuan”. (HSR. Muslim : no.2742).
Di dalam kitab-kitab tafsir (Tafsir
Thobari, Tafsir Qurthuby, Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Hasyr ayat ke 16)
disebutkan kisah Barseso (seorang ahli ibadah) yang membuktikan
dahsyatnya fitnah wanita terhadap laki-laki.
Disebutkan bahwa Barseso adalah seorang
ahli ibadah yang terkenal di kalangan Bani Isroil, pada suatu waktu
datang tiga orang bersaudara kepadanya di tempat ibadahnya (kuil)
bermaksud menitipkan saudari perempuannya tinggal di kuil sang rahib
Barseso ini karena mereka bertiga ingin pergi berjihad. Maka pergilah
tiga orang bersaudara tersebut setelah saudarinya diperkenankan sang
rahib untuk tinggal di kuilnya.
Awal-awal keberadaan wanita tersebut,
sang Rohib tidak begitu memperdulikannya, akan tetapi senantiasa
syaithon terus menggodanya sehingga sang rohib mulai melakukan
pendekatan–pendekatan sampai akhirnya terjatuh dalam perzinaan. Kemudian
karena takut kejahatannya terbongkar, dan takut jatuh martabatnya di
hadapan masyarakatnya, maka sang rahib membunuh perempuan tersebut dan
memakamkannya ditempat yang aman dari pandangan manusia.
Kemudian syaithon datang kepada tiga
saudara wanita tadi di dalam mimpi mereka, memberitahukan semua kejadian
yang dilakukan Barseso, maka terbongkarlah peristiwa tersebut,
digantunglah Barseso diatas tiang salib, lalu datang iblis kepadanya
menjanjikan pertolongannya akan tetapi dengan syarat Barseso mau
bersujud kepada Iblis tersebut walaupun cuma satu kali sujud saja.
Setelah Barseso bersujud kepada Iblis tersebut ternyata Iblis tidak mau
menolongnya juga sehingga akhirnya Barseso mati ditiang gantungan dalam
keadaan kafir kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala ….
Mari kita merenungi sejenak kisah yang
memilukan ini, seorang ahli ahli ibadah beribadah kepada Alloh Subhanahu
wa Ta’ala selama kurang lebih tujuh puluh tahun, senantiasa berpuasa
sampai terkadang puasa wisol/ tidak berbuka selama sepuluh hari, orang
yang menjadi panutan dan tempat kepercayaan bagi kaumnya, sampai di
dalam kitab Faidhul Qodir penulisnya Imam Munawi mengatakan bahwa
Barseso ini mempunyai murid enam puluh ribu orang, akan tetapi ahli
ibadah ini harus menelan kemalangan di dunia dan di akhirat, mati di
dalam kekufuran hanya karena mengikuti langkah-langkah syaithon yang
memfitnahnya melalui seorang perempuan.
Lalu bagaimana kiranya dahsyatnya fitnah
perempuan ini kepada orang lain selain Barseso? Bagaimana fitnah
syaiton kepada masyarakat yang jauh dari pada kehidupan agama, tidak
diketahui agamanya muslim atau kafir kecuali jika masuk masjid atau
gereja? Masyarakat yang menganggap membuka aurat ada suatu perkara yang
terhormat, sedangkan menutupnya adalah perkara yang cela, masyarakat
yang membiarkan wanita keluar masuk plaza, mall atau tempat kerja
berbicara dan bercanda dengan siapa saja tanpa ada perasaan berdosa?
Masyarakat yang mendidik semua penyimpangan syariat Islamiyyah sejak
kecil dibangku sekolah ataupun tempat kuliah? dan yang lain-lainya dari
penyimpangan syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Ya Alloh, sesungguhnya Kami
berlindung kepada-Mu dari semua fitnah dan musibah yang akan menimpa
kami karena perbuatan orang-orang bodoh diantara kami -.
Oleh karena itu sangat bijaksana sekal
-dikarenakan Fitnah yang sangat berbahaya ini-, jika Rasululloh
Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menasehatkan para pemuda yang mempunyai
kemampuan untuk segera menikah sebagaimana di dalam hadits Ibnu Masud
Rodhiyallohu ‘Anhu yang masyhur :
قَالَ لَنَا رَسُولُ الله صلى الله عليه
وسلم يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ,
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
– مُتَّفَقٌ عَلَيْه.
“Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda kepada kami : Wahai para pemuda, barang siapa diantara
kalian yang mampu untuk menikah maka hendaknya segeralah menikah, karena
sesungguhnya pernikahan tersebut lebih bisa menundukkan pandangan dan
menjaga kehormatan, barang siapa yang tidak mampu (untuk menikah) maka
hendaknya dia berpuasa karena puasa tersebut bisa melemahkan
syahwatnya”. (HSR. Bukhory : no.4478, Muslim : no . 1400).
5. Orang yang menikah telah menyempurnakan sebagian daripada agamanya.
Dari Anas Bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ;\’Alaihi wa Sallam:
إذا تزوج العبد، فقد استكمل نصف الدين، فليتق الله فيما بقي
“Jika seorang hamba telah menikah, maka
sesungguhnya dia telah menyempurnakan sebahagian dari pada agamanya,
maka hendaknya dia bertakwa kepada Alloh (untuk menyempurnakan) sisanya
(yakni setengahnya yang lain)”.
Di dalam riwayat yang lain :
من رزقه الله امرأة صالحة، فقد أعانه على شطر دينه، فليتق الله في الشطر
“Barang siapa yang Alloh berikan rizki
kepadanya wanita yang sholihah, maka sesungguhnya Alloh telah menolong
separuh dari pada agamanya, maka hendaknya dia bertakwa kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala untuk menyempurnakan sisa setengahnya”.
(HSR.Thobrany, disohihkan Syaikh Al Albany di Silsilah Ahadits Shohihah
:2/202).
6. Pernikahan merupakan sebab dilapangkannya rizki seseorang.
Setiap amal ketaatan kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala adalah pintu dari pada pintu-pintu rizki,
berdasarkan dalil yang sangat banyak sekali dari Al Qur’an dan sunnah
nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam karena kebaikan atau amal ketaatan
tidaklah akan mendatangkan kepada pelakunya kecuali kebaikan pula.
هَلْ جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ
“Tidaklah balasan dari pada suatu kebaikan kecuali kebaikan pula “. (QS Ar-Rahman 60)
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudry Rodhiyallohu ‘Anhu:
لاَ يَأْتِي الخَيْرُ إِلَّا بِالخَيْرِ
“Tidaklah mendatangkan kebaikan kecuali kebaikan pula” . (muttafaqun ‘alaih).
Duhai seandainya pemuda dan pemudi
muslimin mengetahui hal yang seperti ini dan mengimaninya dengan
keimanan yang kokoh, tentu akan tenang jiwa mereka, tidak gundah gulana
hati mereka ketika syaiton yang terlaknat menampakkan kemiskinan
dipelupuk mata mereka, senantiasa menakuti-nakutinya dengan kehidupan
yang susah, jika menanggung nafkah anak dan istrinya ketika menikah,
sehingga mereka mengambil jalan pintas untuk melampiaskan syahwatnya
dengan mengikuti bisikan syaithon, menjatuhkan dirinya kedalam perbuatan
hina, berzina kemudian membuang anaknya dijalan-jalan atau kolong
jembatan, atau menitipkannya di panti asuhan. Wallohul Musta’an
Sungguh benar Alloh Subhanahu wa Ta’ala ketika berfirman di dalam ayat-Nya yang mulia:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا
“Syaithon menjanjikan/menakut-nakuti
kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian untuk berbuat keji,
sedangkan Alloh menjanjikan kepada kalian ampunan-Nya dan segala
keutamaan ”. (QS Al-Baqoroh 289)
Perhatikanlah kalimat ﯞ karena sesungguhnya ia adalah kalimat dalam bentuk nakiroh. Di dalam bahasa kaidah bahsa arab, kalimat dalam bentuk nakiroh
maknanya adalah umum. Artinya semua keutamaan tercakup dalam kalimat
ini, baik keutamaan dunia seperti ilmu, rizki, kesehatan, dan lain
sebagainya ataupun keutamaan akhirat yaitu mendapatkan jannah dan
seisinya.
Diantara dalil yang menunjukkan janji
Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada orang yang menikah untuk dilapangkan
rizkinya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِب
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan jadikan
untuknya jalan keluar dari pada permasalahannya, dan Alloh akan
memberikan rizki kepadanya dari arah yang dia tidak menyangkanya.” (QS
Ath Tholaq 2-3)
Tidak ragu-ragu lagi bahwa pernikahan
masuk dalam kategori amal ketaatan. Adapun dalil yang khusus adalah
firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an, setelah Alloh
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang-orang yang membujang dari
kalangan laki-laki atau perempuan agar segera menikah, maka Alloh
menjanjikan kepada mereka jalan rizki yang lapang dalam firman-Nya :
إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Jika mereka miskin maka Alloh akan memberikan kekayaan kepada mereka dengan karunia-Nya”. (QS An-Nur 32)
Tentunya Alloh Subhanahu wa Ta’alatidak akan menyelisihi janji-Nya. Maha Suci Alloh Subhanahu wa Ta’ala dari perbuatan dusta.
Oleh karena itu Rasululloh Shollallohu
‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits sohih yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad (no.9631) dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘Anhu :
ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى الله عَوْنهم: النَّاكِحُ يُرِيدُ الْعَفَافَ، والمكاتَب يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالْغَازِي فِي سَبِيلِ الله
“Tiga golongan yang pasti Allohakan
menolongnya : Orang yang ingin menikah dalam rangka menjaga
kehormatannya, budak yang ingin memerdekakan dirinya, dan orang yang
brjihad di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’ala”.
Wahai kaum muslimin tentunya engkau akan
sependapat dengan kami, jika engkau mempunyai dua anak, salah satunya
berbakti kepadamu, menuruti perintahmu dan mendengar ucapanmu, sedangkan
yang lainnya mempunyai sifat yang sebaliknya, suka membangkang
kepadamu, tidak mau peduli terhadap petuah dan nasehatmu, tentu engkau
akan lebih memperhatikan kehidupan anakmu yang berbudi baik tadi
dibandingkan anak yang perangainya jelek tadi !
Kalau ini adalah kondisi yang ada pada
manusia, apakah engkau mengira bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan
membiarkan hamba-Nya yang muslim, taat beribadah kepadanya menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, hidup dalam kesengsaraan ataupun
kemalangan, sementara orang kafir atau orang –orang yang melakukan
semua bentuk kemaksiatan, dari dosa yang paling besar sampai dosa yang
paling kecil, diberi kemewahan dunia dan seisinya?
Tentu hal ini adalah suudzhon (persangkaan jelek) kepada keadilan Alloh Ta’ala!
Tentu hal ini adalah perbuatan dholim
yang tidak pantas dilakukan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala karena Alloh
Subhanahu wa Ta’ala memuliakan orang yang terlaknat dan menyengsarakan
orang yang taat. Maha suci Alloh Subhanahu wa Ta’ala dari sifat yang
demikian.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Robb-mu itu tidak akan berbuat dholim kepada seorangpun”. (QS Al-Kahfi 49)
Wahai saudaraku seiman dan seagama
tanamkanlah dalam diri kita aqidah yang sohih seperti ini, dalil-dalil
dalam permasalahan ini sangat banyak sekali dari Al Qur’an dan sunnah
Nabi kita, kalaulah bukan karena sempitnya ruang dan masa tentu akan
kami sebutkan satu persatu bersama ucapan para ulama, akan tetapi kami
berharap mudah-mudahan yang sedikit ini cukup bagi kita untuk segera
menjawab seruan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dan berharap kepada-Nya agar
kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang mendapatkan
keutamaan-keutamaan-Nya, dan sebaliknya kita akan menjauh dan membuang
janji-janji palsu syaithon yang menakut-nakuti manusia akan terjatuh
dalam jurang kemiskinan hanya karena engkau menikah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman jawablah
panggilan Alloh dan Rasul-Nya jika mereka mengajak kepada perkara yang
memberikan kehidupan hati kamu“. (QS Al-Anfal 24)
NIAT YANG BENAR DALAM MENIKAH
Setelah kita mengetahui bahwasanya
pernikahan adalah ibadah yang agung, maka hendaknya kita tidak menodai
ibadah yang suci ini dengan kotoran kesyirikan, yang menjadikan amalan
sholih ini tidak barokah.
Wajib bagi kita untuk meluruskan
niat kita agar senantiasa ikhlas kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.,
karena barang siapa yang beramal karena sum’ah atau riya’ atau tujuan
dunia yang lainnya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menggagalkan
urusannya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al Qur’an :
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ
آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا * كَلا سَيَكْفُرُونَ بِعِبَادَتِهِمْ
وَيَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا
“Mereka menjadikan selain Alloh
sesembahan–sesembahan agar menjadi pelindungnya. Sekali-kali tidak akan
terjadi yang demikian itu, bahkan kelak sesembahan-sesembahan itu akan
mengingkari penyembahan tersebut dan akan menjadi musuh bagi para
penyembahnmya”. (QS Maryam 81-82)
Di dalam hadits sohih Muslim (2987) dari
Jundub bin Abdillah Rodhiyallohu ‘Anhu, Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda :
مَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعِ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ
Syaikh Sholih Al-Utsaimin menjelaskan
makna hadits ini (syarh Riyadhus Sholihin: 6/351): Barangsiapa yang
beramal agar amalannya didengar atau dilihat oleh manusia agar mereka
memujinya, maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan tampakkan aib-aibnya
kepada manusia (sehingga mereka menjadi berbalik membencinya).
Oleh karena itu Syaikh Kami Al ‘Allamah
Yahya Al-Hajury senantiasa menasehatkan agar seseorang ketika memilih
jodohnya hendaknya mementingkan agama, ilmu dan kesholihan calonnya
karena banyak orang yang mencari istri hanya melihat kecantikannya saja,
atau kekayaannya saja ternyata Alloh Subhanahu wa Ta’ala balas dengan
yang sebaliknya, istrinya menjadi durhaka kepadanya dan rusak urusan
rumah tangganya.
Kiranya benar Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau bersabda :
فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Nikahilah wanita karena agama dan kesholihannya, sehingga kalian akan beruntung”.
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam
juga mengatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim
dalam kitab Sohihnya dari sohabat Abdulloh Bin Amr Bin Ash Rodhiyallohu
‘Anhuma:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia ini semuanya hanyalah perhiasan yang sementara, dan sebaik-baik perhiasan dunia ini adalah wanita yang sholihah”.
Niat yang berikutnya dalam
pernikahan adalah dalam rangka menjaga kehormatan diri, mendapatkan
keturunan yang sholih dan sholihah yang menjadi pengemban dakwah
Islamiyyah.
Adalah suatu kepastian bahwa pendamping
hidup dan keturunan yang sholih serta sholihah adalah nikmat yang
menjadi dambaan setiap insan yang menginginkan kebahagian hidup di dunia
dan di akhiratnya, dari kalangan para Nabi dan Rasul dan hamba-hamba
Alloh yang sholih yang dirahmati-Nya. Bahkan kita dapati banyak orang
jahat sekalipun mereka ingin agar anak dan istri mereka menjadi orang
yang sholih dan sholihah tidak jahat sebagimana mereka.
Oleh karena itu banyak kita dapati doa
para nabi di dalam Al-Quran, mereka meminta keluarga dan keturunan yang
sholih atau sholihah.
Mari kita perhatikan doa Nabi Alloh Zakaria yang diabadikan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al qur’an :
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا ^ وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا ^ يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
“Nabi Zakaria berdo’a kepada Robb-nya :
Wahai Robbku, sesungguhnya telah lemah tulangku, dan telah beruban
rambut kepalaku, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu. Dan
sesungguhnya aku khawatir terhadap orang yang akan mengurusi urusanku
(dari pada perkara dakwah bukan perkara dunia) dari anak keturunan
sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul, maka
berikanlah kepada kami anak keturunan yang akan mewarisiku (yakni: ilmu
dan nubuwwah karena para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham) dan
mewarisi keluarga Ya’qub, dan jadikanlah keturunanku tersebut orang yang
Engkau Ridhoi”. (QS Maryam 4-6)
وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ ^ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ
“Ingatlah tentang Nabi Zakaria ketika
dia berdoa kepada Rob-Nya : “Wahai Robbku janganlah engkau biarkan aku
hidup sendiri, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang memberikan
keturunan. Maka Kami kabulkan doanya tersebut, dan kami karuniakan
kepadanya anak yang bernama Yahya dan perbaiki ahlaq dari pada
istrinya”. (QS Al-Anbiya’ 89-90)
Demikian juga nabi Ibrohim berdoa agar
keturunannya menjadi orang yang sholih yang bertauhid kepada Alloh dan
tidak berbuat syirik :
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ
“Jauhkanlah aku dan keturunanku daripada peribadahan terhadap berhala”. (QS Ibrohim 35)
Berdoa kepada Alloh Subhanahu wa
Ta’ala agar mendapatkan pasangan hidup serta keturunan yang sholih dan
sholihah adalah akhlaq dan perangai orang-orang sholih yang dirahmati
oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala,
Oleh karena itu Alloh Subhanahu wa
Ta’ala ketika menyebut sifat dari pada perangai hamba-hamba-Nya yang
dirohmatinya yang dimasukkan oleh Alloh dalam jannah-Nya , Alloh
sebutkan doa yang mereka panjatkan kepada Robb-Nya:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata:
“Wahai Robb kami augerahkanlah kepada kami pasangan dan anak-anak kami
sebagai penyejuk hati dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertaqwa” (QS Al-Furqon ayat 74)
Demikian hendaknya niat seseorang dalam
melakukan ibadah yang agung ini, mencontoh para nabi dan Rasul serta
orang-orang yang sholih.
SALAFUS SHOLEH DAN SEMANGAT MEREKA DALAM MENIKAH
Salafusus sholeh adalah orang-orang yang
terdepan dalam melakukan segenap kebajikan yang diperintahkan oleh
Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya,
Tidak ada pintu –pintu kebaikan yang
diajarkan oleh Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ini kecuali
mereka adalah orang yang paling bersemangat dan paling terdepan dalam
melaksanakanya.
Demikian juga dalam pelaksanaan amalan
yang mulia ini, kita dapati dalam sejarah kehidupan mereka ternyata
mereka adalah orang yang paling bersemangat dalam mengamalkannya.
* Mari kita lihat Sahabat terbaik
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam Abu Bakar Rodhiyallohu ‘Anhu,
sesungguhnya beliau menikahkan putrinya Aisyah yang baru berumur tujuh
tahun kepada Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam yang umurnya pada
waktu itu sekitar lima puluh tahun.(HSR.Muslim : no.1422).
* Demikian juga Umar Rodhiyallohu ‘Anhu
ketika beliau menjadi kholifah (umurnya pada waktu itu sekitar lima
puluhan tahun) beliau meminang Ummu Kultsum putri Ali Bin Abi Tholib
Rodhiyallohu ‘Anhu , maka Ali Bin Abi Tholib berkata : “Aku akan antar
putriku kepadamu, jika engkau ridho/ terima maka dia menjadi istri
kamu“. Maka diantarlah Ummu Kultsum tersebut kepadanya, kemudian Umar
berkata: “Ya, saya ridho dengannya “.
Kemudian setelah itu dilakukan walimah
pernikahannya dalam keadaan Ummu Kultsum masih bermain-main dengan
anak-anak kecil sebayanya. (Lihat Mushonnaf Abdurrazzaq Bin Hammam
As-Son’any 6/ 163).
* Hafshoh Rodhiyallohu ‘Anha putri dari
pada Umar Rodhiyallohu ‘Anhu telah menjadi janda ketika umurnya delapan
belas tahun, ketika selesai masa iddahnya maka Umar Bin Khottob segera
menemui Utsman Bin Affan dan berkata: “Jika engkau mau, aku akan
menikahkan kamu dengan putriku Hafsoh”. Ternyata Utsman waktu itu belum
bersedia untuk berpoligami (menikah lebih dari satu istri) sehingga dia
menolak tawaran Umar.
Kemudian Umar datang kepada Abu Bakar
berkata sebagaimana perkataannya kepada Utsman Rodhiyallohu ‘Anhu, akan
tetapi dia diam saja tidak menjawab pertanyaan Umar, sampai akhirnya
beberapa hari kemudian Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menikahi
Hafsoh.
Setelah itu Abu Bakar berkata kepada
Umar: “ mungkin engkau marah ketika aku tidak menjawab tawaran kamu,
yang demikian itu aku lakukan karena aku tahu bahwa Rasululloh
Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menginginkan Hafsoh, kalau
seandainya belum tidak menikahinya tentu aku akan segera menikahinya “.
(HSR. Al Imam Bukhory dari Ibnu Umar Rodhiyallohu ‘Anhu)
* Imam Bukhory di dalam Sohihnya (Kitab
Syahadat) menukil perkataan Imam Hasan Bin Sholih Rahimahuloh bahwa
beliau berkata : “ Aku bertemu seorang perempuan yang sudah menjadi
nenek (mempunyai cucu) padahal umurnya baru dua puluh satu tahun”.
* Di dalam kitab Siyar A’lamun Nubala’
(jilid 5/hal :132, penulis : Al Imam Adz Dzahabi) pada biografi tabiin
yang mulia Said Bin Musayyib (penghulu dari pada ulama Madinah di
zamannya): “Berkata Al Imam Abu Bakar Bin Abu Daud bahwasanya dahulu
Kholifah Abdul Malik meminta kepada Sa’id Bin Musayyib untuk menikahkan
putrinya dengan pangeran Al Walid putera dari pada Kholifah Abdul
Malik, akan tetapi permintaan kholifah tersebut senantiasa ditolak oleh
Said Bin Musayyib, sampai akhirnya sang kholifah mengambil tindak
kekerasan, mencambuk Said Bin Musayyib dengan seratus cambukan, kemudian
menyiramnya dengan segantang air dan memakaikan kepadanya baju wool.
Lihatlah bagaimana keteguhan seorang
ulama panutan manusia di zamannya, tidak mau menikahkan putrinya dengan
seorang yang kaya raya dari keluarga raja calon dari pada kholifah
sepeninggal bapaknya, karena takut anaknya terfitnah dengan dunia dan
gemerlapnya kehidupan istana sehingga lupa terhadap peribadahan kepada
Alloh Subhanahu wa Ta’ala .
Tidak sampai di situ kehebatan ulama
yang dikenal pandai dalam mentakwilkan mimpi, yang merupakan menantu
dari sahabat utama Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu ini, akan tetapi
orang akan semakin takjub lagi ketika mengetahui bahwa putrinya yang
sholihah tersebut ia nikahkan dengan seorang muridnya yang telah menduda
lagi tidak berharta hanya dengan mahar dua atau tiga dirham.
Berkata Ibnu Abi Wada’ah mengkisahkan
pernikahannya dengan putri Sa’id Bin Musayyib Rahimahulloh: Aku biasa
hadir di majlisnya Sa’id Bin Musayyib, kemudian aku absen beberapa hari,
maka ketika melihatku beliau bertanya kepadaku: di mana kamu selama
ini? Aku menjawab : Sesungguhnya istriku telah meninggal.
Berkata Sa’id : kenapa engkau tidak
memberitahu kepadaku sehingga aku bisa menghadiri jenazahnya?. kemudian
beliau bertanya lagi kepadaku: Apakah engkau sudah mendapatkan istri
penggantinya?.
Aku menjawab: “Mudah-mudahan Alloh
Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu, siapa kira-kiranya orang yang mau
menikahkan anaknya dengan aku (seorang yang hanya mempunyai uang dua
atau tiga dirham saja)?
Maka berkata Sa’id Bin Musayyib : Aku.
Aku berkata : Betul, engkau akan menikahkan aku dengan anakmu?
Berkata Sa’id : Iya, betul.
Kemudian beliau mengucapkan hamdalah, lantas menikahkan dengan putrinya dengan mahar dua dirham atau kurang.
Setelah itu akupun pulang kerumahku sambil terus berfikir kepada siapa aku harus berhutang?
Kemudian aku solat maghrib dan pulang
kerumahku, makan buka puasa sampai akhirnya ada orang yang mengetuk
pintu rumahku … ternyata beliau adalah Said bin Musayyib, datang dengan
membawa putrinya untuk diserahkan kepadaku.
Aku Berkata : Wahai Abu Muhammad, kenapa engkau tidak menyuruh orang saja memanggilku sehingga aku bisa datang ke rumahmu?
Berkata Said : Tidak, bahkan engkau yang lebih berhak untuk di datangi.
Ibnu Abi Wada’ah berkata : ternyata
putrinya tersebut adalah orang yang paling cantik, paling mengetahui
makna dari pada Al Qur’an dan sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa
Sallam, serta paling memahami hak-hak suami.!!!
Satu bulan kemudian Sa’id menanyakan kondisi anaknya dan mengirimi kepadaku uang dua puluh ribu dirham!!!!
* * *
Dari hadits dan atsar-atsar diatas, kita
bisa mengetahui bagaimana semangat para salaf dalam menjalankan
ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala serta menjaga kehormatan diri
mereka agar tidak terjatuh ke dalam kemaksiatan kepada Alloh Subhanahu
wa Ta’ala dengan segera melaksanakan pernikahan yang syar’i.
Mereka adalah orang-orang yang zuhud
terhadap dunia sehingga tidaklah menikahkan putrinya hanya karena harta
dunia atau diploma, yang terpenting bagi mereka dalam menikahkan
putrinya adalah ilmu dan ketakwaan dari pada calon suaminya karena
itulah tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka yang nantinya akan
dipertanggung jawabkan dihadapan Alloh Subhanahu wa Ta’ala .
Faedah yang lainnya dari hadits-hadita
diatas adalah para salaf tidak memandang aib perbedaan umur yang jauh
antara suami istri dalam suatu pernikahan, sekali lagi ukuran mereka
dalam pernikahan adalah ilmu dan agama.
Faedah yang lainnya adalah dalam
hadits-hadits tersebut ada bantahan terhadap orang-orang yang membatasi
usia pernikahan dan melarang orang untuk menikah jika umurnya dibawah
itu.
إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا
“Mereka tidaklah mengucapkan kecuali kedustaan saja“. (QS Al-Kahfi 5)
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Katakanlah wahai Muhammad: “Tunjukkan
kepada kami bukti-bukti kebenaran ucapan kamu, jika engkau adalah
orang-orang yang berkata benar!”. (QS Al-Baqoroh 111)
Jika mereka masih merasa benar terhadap
penyimpangannya terhadap syariat Islam ini, maka kami mengharapkan
mereka untuk mendatangkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah jika mereka
merasa dirinya beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan hari
akhir.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ
حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka Demi Robb Kamu (wahai Muhammad),
mereka pada hakekatnya tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu
sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa keberatan di dalam hati mereka terhadap keputusan yang
engkau putuskan tersebut, bahkan mereka menerimanya dengan lapang dada”.
(QS An-Nisa’ 65)
PENUTUP
Sesungguhnya
pernikahan adalah perkara yang sangat mulia dalam syariat Islam, yang
mempunyai banyak adab dan hukum-hukum yang terkait dengannya, sikap
berpaling dari syariat yang mulia ini karena ketakutan duniawi merupakan
tasyabbuh kepada orang-orang kafir disamping pula akan melahirkan
penyakit sosial yang membahayakan bagi kehidupan bermasyarakat dan
dampak negatif lainnya yang sangat banyak.
Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa mau mendengar
perkataan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya dan mengikutinya
dengan sebaik-baiknya serta memberikan hidayah kepada kaum muslimin dan
pemimpinnya untuk kembali berpegang teguh dengan syariat Alloh Subhanahu
wa Ta’ala dan sunnah Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam… Amin.
* * *
Sumber :http://www.ahlussunnah.web.id/pernikahan-tuntunan-syariat-dan-ketakutan-masyarakat#more-123
[1]
Pandangan yang seperti ini adalah pandangan yang banyak ditemui pada
sebagaian besar masyarakat awam di negerinya penulis, dan negeri-negeri Ajam
(bukan Arob) /Arob yang terpengaruh dengan kebudayaan Barat, mereka
menganggap pembicaraan tentang pernikahan adalah suatu yang tabu
sedangkan di sisi lainnya mereka menganggap orang berpacaran atau punya
wanita simpanan adalah suatu hal yang biasa – Naudzubillah min dzalik – .
Adapun di negeri Yaman, penulis mendapati budaya yang berbeda, negeri
Yaman kebanyakan masyarakatnya menjaga keluarganya dengan adab-adab
islamy, sehingga kebanyakan mereka antusias sekali dalam pelaksanaan
pernikahan yang Islamy ini, sampai kita dapati dalam budaya mereka,
anak-anak yang baru baligh segera dinikahkan oleh orang tua mereka atau
bahkan mereka sendiri minta kepada orang tuanya tanpa rasa malu atau
sungkan-sungkan.
[2]
Adapun Nabi Isa ‘Alahis Salam beliau akan berkeluarga setelah turunnya
dari langit untuk membunuh dajjal laknatullohu alaih dan menegakkan
syariatnya Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.